JAKARTA. PT Bumi Resources Tbk (
BUMI) mencari jalan lain setelah rencana
private placement-nya ditolak. Perusahaan batubara milik Grup Bakrie ini berencana menggelar
rights issue untuk menjaring pendanaan. Pendanaan ini untuk menyelesaikan masalah utangnya terutama kepada China Investment Corporation (CIC). Sisa pokok utang itu mencapai US$ 1,3 miliar. Sayangnya, rencana
rights issue belum tentu diterima juga. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menelaah secara mendalam atas rencana itu. "Mereka kan tidak ada
standby buyer, kami akan lihat peruntukan dananya," ujar Noor Rachman, Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK.
Menurutnya, rencana
right issue itu tetap akan mengacu pada aturan yang berlaku. Seperti diketahui, BUMI berniat merilis maksimal 25,17 miliar saham seri B. Harga pelaksanaan dan harga nominal sahamnya diturunkan. Masing-masing diharga Rp 250 per saham dan Rp 100 per saham. Dengan demikian, potensi dana yang dihimpun mencapai Rp 6,5 triliun. Aksi korporasi ini memiliki efek dilusi 55,75%. Hingga saat ini, belum jelas siapa yang akan menjadi pembeli siaga saham baru tersebut. Bahkan, pemegang saham utama perseroan, PT Bakrie & Brother Tbk (BNBR) dan Long Haul Holdings Ltd (LHH) belum menyatakan akan mengeksekusi haknya atau tidak. Pada prospektus ringkasnya, manajemen BUMI mengungkapkan, dana hasil
rights issue itu akan digunakan untuk penyelesaian utang. Sebesar US$ 150 juta atau setara dengan Rp 1,725 triliun untuk membayar ke CIC. Sisa utang BUMI ke CIC yang harus dibayar masih US$ 1,3 miliar. Sebesar US$ 600 juta jatuh tempo pada 18 September 2014. Sedangkan, US$ 700 juta harus sudah dibayar paling lambat18 September 2015 mendatang. Selanjutnya, dana hasil menerbitkan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) juga akan digunakan untuk melunasi seluruh fasilitas pinjaman kepada Castleford Investment Holdings Ltd. Nilainya mencapai US$ 150 juta atau sekitar Rp 1,725 triliun. Lalu, perseroan juga berniat menyelesaikan sebagian utang kepada pemegang
guaranteed convertible bond due 2014 yang terbit pada 5 Agustus 2009 lalu. Jumlah utang yang akan dibayar sebesar US$ 225 juta atau sekitar Rp 2,587 triliun. Sisanya, untuk modal kerja. Noor Rachman menjelaskan, jika memang penggunaan dana itu untuk membayar utang, maka pembeli siaga bisa saja tidak diperlukan. "Sepanjang, kreditur sepakat utangnya bisa dibayar tidak utuh," jelasnya. Tetapi, ia bilang, pihaknya tentu akan melakukan telaah lebih lanjut mengenai proposal BUMI tersebut. "Skemanya saya belum tahu, jangan-jangan yang punya memang mau jual," imbuh Noor Rachman. Berdasarkan data biro administrasi efek (BAE) Ficomindo Buana Registrar, kepemilikan saham BUMI seri A per 28 April 2014 adalah Credit Suisse AG SG Branch S/A CSAGSING-LHH (LHHL-130M)2023334064 sebesar 23,09%. Raiffeisen Bank International AG, Singapore Branch S/A Long Haul Holdings Ltd sebesar 6,09%. Keduanya merupakan representasi dari kepemilikan Grup Bakrie. Adapun, sebesar 70,82% adalah milik publik. Jumlah modal dasar sebelum ada penambahan modal saham seri B adalah 20,77 miliar saham. Seluruhnya sudah ditempatkan dan disetor penuh oleh perseroan. Harga nominal seri A ini sebesar Rp 500 per saham. Dengan demikian, jumlah nominal modal dasar BUMI sekitar Rp 10,38 triliun. Kemudian, BUMI menambah modal dasar seri B dengan nilai nominal sebesar Rp 100 per saham. Jumlahnya mencapai 283,63 miliar saham atau senilai Rp 28,36 triliun. Dengan demikian, total modal dasar BUMI menjadi 304,4 miliar saham atau setara dengan Rp 38,75 triliun. Jika Grup Bakrie mengeksekusi haknya dan tidak mengambil sisa saham yang tidak terserap, maka kepemilikan saham tidak akan berubah. Tetapi, jika mereka tidak mengeksekusi, maka dari 29,18% kepemilikan Bakrie di BUMI akan merosot menjadi hanya 12,9%.
Perincianya, kepemilikan yang diwakili Credit Suisse dari 23,09% menjadi 10,21%, dan yang melalui Raiffeisen dari 6,09% menjadi 2,69%. Porsi ini terbentuk dengan asumsi para pemegang saham publik melaksanakan haknya. Asal tahu saja, Bakrie kembali mengempit saham BUMI secara langsung setelah membeli kembali dari pihak Asia Resource Minerals Plc (dulu bernama Bumi Plc). Grup Bakrie menggelontorkan dana hingga US$ 501 juta untuk buyback saham BUMI itu. Dengan jumawa, Bakrie membeli saham BUMI di harga premium, yakni di kisaran Rp 1002 per saham. Harga tersebut hampir dua kali lipat dari harga pasar saham BUMI ketika itu. Nah, jika pembeli siaga adalah bukan pihak terafiliasi, maka usaha Bakrie melakukan buyback kemarin bisa dibilang sia-sia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Asnil Amri