KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok rancangan baru terkait aturan konglomerasi keuangan. Hal itu bertujuan untuk merevisi POJK sebelumnya, yaitu POJK 45/2020, sekaligus menindaklanjuti amanat UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Dalam rancangan aturan nanti, cakupan Konglomerasi Keuangan akan makin luas. Salah satunya akan melibatkan
fintech peer to peer (P2P)
lending. Mengenai hal itu, Director of Corporate Communication Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Andrisyah Tauladan mengatakan belum ada pembahasan terkait rancangan tersebut dengan OJK.
"Kami juga belum terlibat secara langsung dalam penyusunan rancangan tersebut. Jadi, belum dalam tahap itu. Kecuali, ke depannya ada ajakan dari OJK untuk diskusi atau jajak pendapat, mungkin kami bisa bicara lebih lanjut," kata dia kepada Kontan.co.id, Senin (13/5).
Baca Juga: Bakal Ada POJK Baru Terkait Konglomerasi Keuangan, OJK: Jumlahnya Semakin Banyak Oleh karena itu, Andrisyah bilang pada saat ini AFPI dan industri masih
wait and see terkait rancangan aturan konglomerasi keuangan tersebut. Sebagai informasi, salah satu poin baru dalam rancangan POJK tersebut, yakni terkait batasan kriteria suatu kelompok perusahaan masuk dalam kategori konglomerasi keuangan. Sebelumnya, hanya yang memiliki total aset lembaga jasa keuangan (LJK) di atas Rp 100 triliun yang masuk kriteria konglomerasi keuangan. Dalam aturan terbaru itu, ada kriteria lain yang bisa membuat suatu kelompok disebut sebagai konglomerasi keuangan. Kriteria tersebut adalah total aset LJK di kisaran Rp 20 triliun hingga Rp 100 triliun dan paling sedikit tiga LJK di tiga sektor yang berbeda.
Baca Juga: OJK Atur Konglomerasi Keuangan Agar Tak Goyang Kemudian Poin perubahan lainnya, yakni memperluas cakupan anggota konglomerasi keuangan dari ketentuan sebelumnya, yaitu perbankan, perusahaan efek, perusahaan pembiayaan, dan asuransi. Dalama beleid baru nanti, cakupan konglomerasi keuangan akan menjadi bank, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, perusahaan efek, perusahaan pembiayaan, perusahaan penjaminan, dana pensiun, perusahaan modal ventura, pergadaian, layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi, layanan urun dana, inovasi keuangan digital, dan LJK lainnya, serta entitas non-LJK yang ditetapkan oleh OJK. Selanjutnya, poin aturan baru tersebut juga akan mengatur pembentukan Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (PIKK). PIKK atau
financial holding company tersebut merupakan badan hukum yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali untuk mengendalikan, mengonsolidasikan, dan bertanggung jawab terhadap seluruh aktivitas konglomerasi keuangan tersebut. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati