JAKARTA. Draf revisi Undang-Undang (UU) Perbankan masih belum mampu menjawab masalah koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) dalam menjalankan peran BI sebagai lender of the last resort. Masalah yang belum terjawab adalah, siapa yang harus bertanggung jawab jika muncul moral hazard penyelamatan bank bermasalah? Dalam beleid anyar ini, BI hanya bertindak sebagai kasir yang memberikan bantuan pada bank tertentu yang kesulitan likuiditas atau kondisi kesehatan semakin memburuk, atas rekomendasi OJK. Masalahnya, bagaimana BI tahu bahwa bank bermasalah tersebut akan mengganggu sistem keuangan dan dana yang digelontorkan tepat sesuai kebutuhan. Padahal, BI tidak ikut mengawasi perbankan.
OJK tetap berkoordinasi dengan BI & LPS
JAKARTA. Draf revisi Undang-Undang (UU) Perbankan masih belum mampu menjawab masalah koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) dalam menjalankan peran BI sebagai lender of the last resort. Masalah yang belum terjawab adalah, siapa yang harus bertanggung jawab jika muncul moral hazard penyelamatan bank bermasalah? Dalam beleid anyar ini, BI hanya bertindak sebagai kasir yang memberikan bantuan pada bank tertentu yang kesulitan likuiditas atau kondisi kesehatan semakin memburuk, atas rekomendasi OJK. Masalahnya, bagaimana BI tahu bahwa bank bermasalah tersebut akan mengganggu sistem keuangan dan dana yang digelontorkan tepat sesuai kebutuhan. Padahal, BI tidak ikut mengawasi perbankan.