KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan relaksasi aturan
loan to value dan aset tertimbang menurut risiko alias ATMR untuk sektor properti akan berlaku mulai 1 Maret 2021 ini. Ini artinya: enam hari lagi konsumen bisa mendapatkan kredit atas pemilikan rumah alias KPR tanpa uang muka atau
down payment (DP). Direktur Eksekutif Kepala Departemen Penelitian dan Peraturan Perbankan Anung Herlianto mengatakan, kebijakan BI dan OJK bertujuan membangkitkan permintaan di sektor properti lewat kredit pemilikan rumah atau KPR.
Ini dilatari, konsumsi dari masyarakat yang masih terbatas pada kebutuhan rumah tangga, meski konsumen sejatinya memiliki dana atau simpanan yang belum dibelanjakan. Ini nampak dari simpanan nasabah di atas Rp 2 miliar masih bertumbuh 21,27% pada Januari 2021, pun dengan simpanan masyakarat Rp 100 juta sampai Rp 2 miliar yang juga tercatat tumbuh 12,27% serta simpanan Rp 5 juta sampai 100 juta yang juga tumbuh 9,11% serta di bawah Rp 5 juta yang tumbuh 6,87%.
Baca Juga: Setelah ada DP rumah 0 persen, pemerintah siapkan keringanan pajak industri properti Kondisi ini masih ditambah permodalan industri bank yang kuat serta kredit bermasalah atau
non performing loan di sektor properti yang terjaga rendah. “Secara likuiditas bank terjaga untuk akselerasi kredit KPR, didukung
non performing loan yang rendah serta kecukupan modal dari relaksasi ATMR,” ujar Anung dalam acara kolaborasi Kontan dan Kompas TV:
Business-Talk yang disiarkan secara live di KompasTV Selasa (23/2). Dus, di tengah suku bunga acuan atau BI rate terendah sepanjang sejarah yakni di level 3,5%, tren suku bunga kredit di perbankan yang turun, serta berbagai fasilitas kebijakan loan to value 100% yang memungkinkan nasabah kredit rumah dengan uang muka 0% serta kebijakan ATMR yang disesuaikan dengan LTV, Anung menyebut bahwa saat ini adalah time
to buy, time to lend untuk properti.
Baca Juga: Berikut ini rekomendasi NH Korindo Sekuritas untuk Selasa (23/2) Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida menambahkan, kolaborasi kebijakan bank sentral dan OJK ini adalah kebijakan yang dibutuhkan industri dan bisa ditiru lembaga atau kementerian lain. “Tidak satu dengan yang lainnya berkeras sehingga malah tak membantu industri“ ujarnya. Menurutnya, tren permintaan properti memang terus mendaki. “Sempat turun saat ada isu lockdown pada Mei-April 2021 dan trenya kembali naik,” ujar Totok. Adanya stimulus diyakini akan menjadi bahan bakar dalam permintaan properti. Saat ini, menurut Totok, rumah dengan tipe Rp 300 juta sampai Rp 2 miliar terbilang laris. Bahkan dari penjualan properti saat ini sebanyal 82,6% ada di pasar sampai Rp 2 miliar. “Di atas itu berhenti, konsumen belum balik lagi investasi,” ujarnya. Padahal, kata Totok, dibandingkan harga di ASEAN, harga properti di Indonesia paling murah. Tak hanya itu saja, kenaikan harga properti di Indonesia sejak 2013 dalam tren stagnan. “Ini artinya ada potensi kenaikan harga ke depan yang tinggi. Pasar tentu akan melihat tren harga internasional,” ujar Totok di acara yang sama. (23/2).
Baca Juga: BI Menjamin, Uang Muka 0% Tidak Dongkrak NPL Ignatius Susatyo Wijoyo, EVP Consumer Loan PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI) menyebut, permintaan KPR Bank Mandiri tetap berjalan. “First buyer untuk rumah KPRnya terus ada bahkan dalam tren naik, tapi investor yang beli properti hilang,” ujarnya. Harapan dia, dengan relaksasi DP 0% bisa membangkitkan bisnis KPR bank dengan orang kembali membeli atau investasi properti. Apalagi, tren suku bunga juga terus turun. Susatyo menyebut, Bank Mandiri telah menyesuaikan bunga KPR sebanyak tiga kali. Bahkan, jauh sebelum kebijakan LTV 100%/DP 0%, Bank Mandiri juga terus berupaya memudahkan DP calon nasabah yang ringan. “Saat ini bunga kredit KPR Bank Mandiri sudah satu digit. Bahkan nasabah bisa memanfaatkan bunga fixed sampai 10 tahun di kisaran 9% nan,” ujar dia. Kata dia, kondisi saat ini menjadi kesempatan bagi milenial atau konsumen semula kost atau tinggal di apartemen bisa membeli rumah sendiri. “Apalagi di masa pandemi, bekerja di rumah, belajar di rumah, memiliki rumah sendiri bisa mendorong pembelian dengan DP 0% dan bunga rendah, ini opportunity,” ujar Susatyo. Setali tiga uang Hirwandi Gafar, Direktur Konsumer PT Bank Tabungan Negara Tbk (
BBTN) juga menyebut relaksasi yang diberikan BI dan OJK membantu konsumen yang ingin memiliki rumah baik untuk rumah pertama maupun investasi. Di BTN, tren kredit KPR menunjukkan kenaikan sejak Juni 2020 sampai Februari 2021. Bank milik negara yang memiliki spesialis KPR ini saat ini menawarkan bunga fixed mulai 4,17%. Kata Hirwandi, BTN memiliki banyak produk yang bisa dimanfaatkan konsumen yang akan beli rumah dengan kredit lewat bank, mulai dari KPR subsidi selisih bunga, lalu mulai KPR dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayan Perumahan (FLPP) atau KPR subsidi dengan skema bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT).
“Misal, dengan skema KPR BP2BT, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dapat memiliki hunian dengan bantuan hingga Rp 40 juta dari pemerintah. Dengan bantuan tersebut, juga akan mengurangi nilai angsuran KPR para MBR,” ujar dia. Sepanjang tahun lalu, Bank BTN menyalurkan kredit KPR bersubsidi sebesar Rp120,76 triliun, tumbuh dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp111,13 triliun. Sementara itu, penyaluran KPR nonsubsidi sepanjang 2020 tercatat Rp79,94 triliun, sedikit turun dari 2019 yang Rp80,65 triliun. Adapun di tahun ini, target realisasi guyuran kredit KPR BTN adalah mampu membiayai pembelian hingga 200 ribu unit rumah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Titis Nurdiana