KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan sejumlah langkah untuk membereskan fenomena saham gorengan yang kerap merugikan investor. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menyampaikan salah satu masalah dari saham gorengan ialah tipisnya likuiditas perdagangan saham, sehingga harga mudah digerakkan oleh pihak tertentu. Karena itu, OJK menilai likuiditas perdagangan perlu dipertebal, salah satunya melalui peningkatan
free float.
"Nah, pertebalnya antara lain yang tadi kami lapor dan diskusi di rapat kerja di Komisi XI DPR adalah meningkatkan
free float atau
floating share. Dengan itu besar dan aktivitas makin lebar, tebal, maka tidak mudah untuk memengaruhi harga lagi," kata Mahendra di Gedung Bursa Efek Indonesia, Rabu (3/12/225).
Baca Juga: IHSG Diproyeksi Bergerak di Area 9.000 Pada Tahun 2026 OJK juga mendorong insentif bagi emiten yang bersedia meningkatkan
free float, termasuk kemungkinan pemberian pengurangan PPh Badan sebagai insentif fiskal. Selain mendorong pasar yang lebih likuid, OJK menegaskan bahwa proses pendalaman dan pembuktian terhadap pihak-pihak yang diduga melakukan manipulasi harga terus berjalan. Mahendra bilang OJK rutin menjatuhkan sanksi administratif, hukuman, hingga penalti. Langkah pengawasan juga dilakukan secara bertahap, mulai dari pengawasan sementara, pembatasan perdagangan, hingga tindakan lanjutan bila ditemukan pelanggaran yang terbukti.
Dorong Investor Institusi
OJK juga menyoroti pentingnya memperkuat sisi permintaan pasar. Untuk itu, keberadaan investor institusi dalam negeri dan masuknya investor baru menjadi faktor penting. Di sisi lain, regulator juga terus melakukan penyederhanaan proses perizinan dan mempermudah regulasi agar partisipasi pasar semakin luas.
Baca Juga: Mandiri Sekuritas Proyeksi IHSG Tembus Level 9.350 di 2026, Ini Sektor Andalannya Adapun Mahendra mengingatkan bahwa upaya membereskan saham gorengan tidak boleh dilakukan secara terpisah. Semua kebijakan mulai dari likuiditas, penegakan hukum, insentif, hingga pengembangan pasar harus dipandang sebagai satu kesatuan.
“Harus cukup yakin terhadap penyelesaian solusi menyeluruh. Ini tidak bisa dipotong-potong,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News