JAKARTA. Kinerja ekspor kakao bulan Oktober lalu diprediksi bisa mencapai 50.000 ton atau naik signifikan dibandingkan realisasi ekspor bulan September yang tercatat di Kementerian Perdagangan sebesar 24.633 ton saja. Bahkan, hitungan tersebut lebih tinggi dari yang ia prediksikan pada bulan September 2010 lalu. Kenaikan ekspor kakao Oktober terjadi karena para eksportir berbondong-bong membawa kakao keluar negeri karena Bea Keluar (BK) lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya."BK di bulan Oktober itu hanya 5%, bulan sebelumnya 10%, akibatnya banyak eksportir mengeluarkan stoknya untuk dikapalkan semua," kata Zulhefi Sikumbang, Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO) di Jakarta, Rabu (10/11). Turunnya nilai BK tersebut dimanfaatkan oleh eksportir untuk mendapatkan keuntungan. Saat membeli kakao dari petani, eksportir menghitung BK yang akan dikenakan adalah 10%, namun saat ekspor di bulan Oktober BK yang dikenakan hanya 5%. Selisih dari nilai BK sebesar 5% itulah yang menjadi keuntungan yang diperoleh oleh eksportir. Nilai BK bulan Oktober tersebut turun dari 10% menjadi 5% karena turunnya harga rata-rata kakao di bursa pasar dunia sebulan sebelumnya. Mebludaknya ekspor bulan Oktober itu sebelumnya sudah diprediksi oleh Zulhefi ketika diwawancarai KONTAN pada bulan September lalu. “Sebelumnya BK 10%, kalau sekarang 5% maka eksportir akan ekspor lebih banyak karena bisa untung 5% dari BK saja,” kata Zulhefi di Jakarta, Rabu (29/9). Saat itu Zulhefi memprediksi, ekspor kakao di bulan Oktober bisa menembus dua kali lipat lebih besar dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. “Kalau rata-rata ekspor perbulan 20.000 ton, maka di bulan Oktober jumlahnya bisa mencapai 40.000 ton,” kata Zulhefi. Sayangnya, naiknya realisasi ekspor tersebut kemungkinan tidak akan menciprat ke petani karena keuntungan hanya akan dikeduk oleh eksportir.
Oktober, ekspor kakao bisa tembus 50.000 ton
JAKARTA. Kinerja ekspor kakao bulan Oktober lalu diprediksi bisa mencapai 50.000 ton atau naik signifikan dibandingkan realisasi ekspor bulan September yang tercatat di Kementerian Perdagangan sebesar 24.633 ton saja. Bahkan, hitungan tersebut lebih tinggi dari yang ia prediksikan pada bulan September 2010 lalu. Kenaikan ekspor kakao Oktober terjadi karena para eksportir berbondong-bong membawa kakao keluar negeri karena Bea Keluar (BK) lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya."BK di bulan Oktober itu hanya 5%, bulan sebelumnya 10%, akibatnya banyak eksportir mengeluarkan stoknya untuk dikapalkan semua," kata Zulhefi Sikumbang, Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO) di Jakarta, Rabu (10/11). Turunnya nilai BK tersebut dimanfaatkan oleh eksportir untuk mendapatkan keuntungan. Saat membeli kakao dari petani, eksportir menghitung BK yang akan dikenakan adalah 10%, namun saat ekspor di bulan Oktober BK yang dikenakan hanya 5%. Selisih dari nilai BK sebesar 5% itulah yang menjadi keuntungan yang diperoleh oleh eksportir. Nilai BK bulan Oktober tersebut turun dari 10% menjadi 5% karena turunnya harga rata-rata kakao di bursa pasar dunia sebulan sebelumnya. Mebludaknya ekspor bulan Oktober itu sebelumnya sudah diprediksi oleh Zulhefi ketika diwawancarai KONTAN pada bulan September lalu. “Sebelumnya BK 10%, kalau sekarang 5% maka eksportir akan ekspor lebih banyak karena bisa untung 5% dari BK saja,” kata Zulhefi di Jakarta, Rabu (29/9). Saat itu Zulhefi memprediksi, ekspor kakao di bulan Oktober bisa menembus dua kali lipat lebih besar dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. “Kalau rata-rata ekspor perbulan 20.000 ton, maka di bulan Oktober jumlahnya bisa mencapai 40.000 ton,” kata Zulhefi. Sayangnya, naiknya realisasi ekspor tersebut kemungkinan tidak akan menciprat ke petani karena keuntungan hanya akan dikeduk oleh eksportir.