Olah batubara bakal ada insentif



JAKARTA. Pemerintah siap memberikan beragam intensif bagi pengusaha batubara yang membangun pabrik pengolahan di Indonesia. Saat ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan.

Baru baru ini, pemerintah merilis Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga PP Nomor 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Di sana, pemerintah merevisi penjelasan Pasal 94 soal kewajiban pengolahan batubara untuk para pengusaha pertambangan.

Kegiatan pengolahan berupa penggerusan (crushing) dan pencucian (washing) tidak diakui lagi sebagai bentuk kegiatan pengolahan batubara. Sehingga, pengusaha tambang wajib mengolahnya,  misalnya mendongkrak mutu (upgrading), pembuatan briket, pembuatan kokas, pencairan (liquefaction), gasifikasi, atau coal slurry. "Kami sudah menyampaikan rencana pemberian intesif ke Kementerian Keuangan, perusahaan yang mengolah bisa mendapat insentif, misalnya life time (umur) tambang," ujar Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Jumat (14/11).


Pengusaha batubara tentu akan terkendala untuk berinvestasi besar membangun pabrik pengolahan bila jangka waktu umur tambang sama dengan izin usaha pertambangan (IUP) yakni maksimal 30 tahun. Karena itu, pemerintah akan memberikan jangka waktu lebih lama agar pasokan batubarta untuk pabrik pengolahan lebih terjamin. Sayang, Sukhyar belum memastikan tambahan waktu umur tambang tersebut.

Retno Damayanti, Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, sekarang ini pihaknya tengah merumuskan peraturan pelaksanaan yang mengatur batasan minimun produk batubara hasil pengolahan. 

Budi Santoso, Ketua Working Group Kebijakan Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menyanyangkan aturan ini tidak mengatur penggunaan batubara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)  sebagai pengolahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon