Ombudsman: Kartu sakti Jokowi terburu-buru



JAKARTA. Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) terlalu terburu-buru dalam menerbitkan program 'kartu sakti' yang berupa Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Hebat, dan Kartu Keluarga Sejahtera. Menurut Danang, kebijakan itu diterbitkan tanpa lebih dulu mengkaji kemungkinan tumpang tindih dengan kebijakan yang lahir lebih dulu, baik di pusat maupun di daerah.

"Saya menilai kebijakan kartu-kartu Presiden saat ini terlalu buru-buru, buru-buru banget. Harus dilihat dulu atau mengurangkan dulu potensi konfliknya dengan kebijakan-kebijakan yang sudah lahir lebih dulu, baik di pusat maupun daerah, tiba-tiba diterbitkan satu kebijakan baru meskipun sama dengan visi, tapi belum dilakukan reduksi di kebijakan-kebijakan sebelumnya," kata Danang di Jakarta, Sabtu (22/11/2014).

Ia menilai kebijakan "kartu sakti" ini tumpang-tindih dengan kebijakan sejumlah daerah yang memiliki program sama. Selain itu, menurut Danang, penerbitan 'kartu sakti' ini justru mengakibatkan pemborosan negara karena over budget atau pembiayaan ganda.


"Sangat duplikatif, dan sangat over budget, jadi pemerintah harus benar-benar menghilangkan salah satunya. Saya kira Pak Jokowi sadar betul itu bahwa kebijakan itu sangat overlapping dengan kebijakan pemerintah daerah," kata Danang.

Menurut hasil penelitian sementara Ombudsman, ada 40-60 daerah yang memiliki program serupa. Saetiap daerah, kata dia, menganggarkan dana Rp 70 miliar hingga Rp 80 miliar per tahun untuk program tersebut. Dengan besarnya dana yang dianggarkan tiap daerah itu, Danang memperkirakan pemborosan anggaran akibat peluncuran "kartu sakti" Jokowi juga sangat besar.

"Negara juga menerbitkan hal yang sama. Ini menjadi redunden (hal tidak berguna) yang tidak boleh diteruskan. Harus segera dihentikan mumpung belum sampai APBN 2015," tutur Danang.

Oleh karena itu, Ombudsman mengimbau Jokowi untuk menertibkan terlebih dahulu kebijakan-kebijakan daerah. Jika kondisi ini terus dibiarkan, lanjut Danang, Presiden Jokowi dan jajarannya bisa disebut melakukan praktek mal-administrasi.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani meminta maaf kepada publik jika program 'kartu sakti' dari Presiden Joko Widodo belum dapat dirasakan secara maksimal oleh masyarakat. Puan mengakui jika program kartu sakti ini dibuat dalam waktu singkat. (Icha Rastika)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa