Ombudsman minta RPP jalan tol harus sesuai prinsip pelayanan publik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rangka menindaklanjuti UU Cipta Kerja, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tentang Perubahan Kelima Atas PP No 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol.

Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto menegaskan, jika dalam penyusunan RPP Jalan Tol ini tidak mengakomodir aspirasi publik. Bahkan dalam pelaksanaannya Hery menyebut bertentangan dengan prinsip pelayanan publik sesuai UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Maka dapat dipastikan akan menuai protes maupun gugatan publik.

“Pada gilirannya, hal itu juga akan mendorong adanya laporan pengaduan masyarakat melalui Ombudsman RI dalam kaitannya dengan praktik maladministrasi di substansi penyelenggaraan layanan jalan tol,” kata Hery dalam siaran pers yang diterima Kontan.co.id pada Minggu (7/3).


Baca Juga: Kementerian PUPR targetkan Tol Jakarta–Cikampek II Selatan seksi 3 rampung maret 2022

Hery menyampaikan ada beberapa pokok pikirannya mengenai beleid aturan tersebut. Pertama, Hery menjelaskan perlu dijelaskan pokok-pokok pikiran terkait alasan perubahan pasal-pasal dalam RPP tersebut. Pasal-pasal yang dihapus, diubah maupun ditambah dengan menyesuaikan pada UU Cipta Kerja.

Kedua, jalan tol merupakan barang publik (public goods) yang cenderung mengalami perubahan menjadi barang quasi (quasi goods) tentu erat kaitannya dengan pelayanan publik. Ketiga, esensi dari UU No 25 tentang Pelayanan Publik harus dicantumkan dalam klausul RPP Tentang Jalan Tol.

“RPP ini harus memuat prinsip-prinsip pelayanan publik, yakni kepastian hukum, keterbukaan, partisipatif, akuntabilitas, kepentingan umum, profesionalisme, kesamaan hak, serta keseimbangan hak dan kewajiban,” imbuhnya.

Keempat, Hery menjabarkan sejumlah keluhan masyarakat yang muncul dalam penggunaan jalan tol yakni kinerja pelayanan jalan tol terus mengalami distorsi. Terutama kemacetan yang semakin sulit diatasi, kualitas jalan tidak memadai sebagai jalan yang berbayar, misalnya ruas jalan banyak yang berlubang hingga jalan tol yang belum nyaman bagi pengguna.

Baca Juga: Beredar kabar pengerjaan Tol Padang–Sicincin dihentikan, begini respons Hutama Karya

“Kebijakan e-toll menambah beban biaya pengeluaran masyarakat. Dengan e-toll, berapa besar dana masyarakat tersisa yang mengendap. Siapa yang diuntungkan? Karena dana sisa pada e-toll belum bisa digunakan untuk semua transaksi,” ujar Hery.

Menurut Hery, kebijakan tarif tol yang selalu naik setiap dua tahun, perlu dikritisi. “Pemerintah tidak fair karena SPM (Standar Pelayanan Minimal) tidak terpenuhi. Konsekuensi kebijakan privatisasi jalan tol berimplikasi terhadap tarif tol semakin mahal dan naik setiap dua tahun,” jelasnya.

Kelima, Hery memberikan masukan agar pemerintah segera menyelaraskan peraturan perundang-undangan teknis sebagai derivasi dari RPP ini sebagaimana mestinya.

Selanjutnya: Jasa Marga kenalkan command center lalu lintas jalan tol berbasis ITS pertama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi