KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Ombudsman menyatakan kekerasan yang terjadi di SDIT Bina Mutjama Bogor menunjukan bahwa lembaga pendidikan tidak patuh hukum. Alih-alih melindungi siswa yang masih dibawah umur, tenaga pengajar malah melakukan kekerasan yang menyebabkan salah seorang siswa GNS dihukum push up 100 kali karena belum membayar iuran sekolah. Hal itu menunjukkan bahwa sekolah sebagai tempat belajar untuk anak bangsa, tidak patuh hukum serta mempraktikan kekerasan. Dalam perspektif hukum, hak anak telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Negara, Pemerintah (Pusat dan Daerah) berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental. Ketentuan tersebut menunjukan bahwa negara perlu hadir dalam kasus-kasus yang menciderai hak anak, termasuk kekerasan. Melihat definisi kekerasan terhadap anak, yaitu adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Ombudsman: Sekolah tidak patuh hukum soal kekerasan di SDIT Bina Mutjama Bogor
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Ombudsman menyatakan kekerasan yang terjadi di SDIT Bina Mutjama Bogor menunjukan bahwa lembaga pendidikan tidak patuh hukum. Alih-alih melindungi siswa yang masih dibawah umur, tenaga pengajar malah melakukan kekerasan yang menyebabkan salah seorang siswa GNS dihukum push up 100 kali karena belum membayar iuran sekolah. Hal itu menunjukkan bahwa sekolah sebagai tempat belajar untuk anak bangsa, tidak patuh hukum serta mempraktikan kekerasan. Dalam perspektif hukum, hak anak telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Negara, Pemerintah (Pusat dan Daerah) berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental. Ketentuan tersebut menunjukan bahwa negara perlu hadir dalam kasus-kasus yang menciderai hak anak, termasuk kekerasan. Melihat definisi kekerasan terhadap anak, yaitu adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.