KONTAN.CO.ID - Wacana penghapusan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kembali mencuat setelah Wakil Presiden Gibran Rakabumi Raka meminta penghapusan sistem zonasi kepada Kemendiknasmen. Menanggapi hal tersebut, Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais menyampaikan, sebagai lembaga pengawas pelayanan publik yang rutin mengawasi pelaksanaan PPDB, Ombudsman menilai sistem zonasi masih sangat relevan untuk mendorong pemerataan kualitas dan fasilitas pendidikan. “Sistem zonasi yang diterapkan 2017 adalah salah satu rekomendasi dari Ombudsman. Sistem ini dilatarbelakangi ketimpangan dalam sebaran dan kualitas satuan pendidikan. PPDB tidak hanya menyasar kota besar, tetapi juga daerah yang masih memiliki tantangan besar dalam mengakses pelayanan pendidikan, seperti daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar),” ujar Indraza dikutip dari laman
Ombudsman. Ia menjelaskan, tujuan dari PPDB adalah menciptakan sistem pendidikan yang inklusif dan memastikan setiap warga negara dapat mengakses pelayanan pendidikan yang adil dan merata.
Baca Juga: GoSend Pastikan Tidak Naikkan Tarif di Tengah Kenaikan PPN 12% pada Tahun 2025 Masalah-masalah pendidikan dasar dan menengah
Indraza juga mengurai sejumlah masalah utama dalam pendidikan dasar dan menengah, seperti:
- Ketimpangan kualitas dan persebaran satuan pendidikan
- Belum seragamnya penerapan standar pelayanan pendidikan
- Belum optimalnya pemetaan sebaran satuan pendidikan, daya tampung, dan calon peserta didik
- Minimnya koordinasi lintas instansi
- Pengawasan yang belum optimal dari kepala daerah (termasuk kemendagri)
- Belum mutakhirnya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS)
- Terjadinya intervensi atau intimidasi dalam pelaksanaan PPDB
Selain itu, ia menyoroti dampak negatif jika sistem zonasi dihapuskan, yaitu munculnya kembali fenomena “sekolah favorit” yang akan memperparah ketimpangan kualitas kualitas pendidikan. “Sekolah favorit mungkin menguntungkan bagi sebagian pihak, tetapi penghapusan zonasi akan membuat ketimpangan ini menjadi masalah sistemik yang terus berlanjut,” tegasnya. Alih-alih menghapus sistem zonasi, Indraza menyarankan agar pemerintah fokus menyelesaikan akar masalah pendidikan nasional daripada mengganti sistem PPDB. Ombudsman merekomendasikan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Melakukan pemetaan sebaran satuan pendidikan negeri dan swasta di setiap jenjang; 2. Memetakan jumlah calon peserta didik di setiap wilayah dan setiap jenjang; 3. Menyediakan satuan pendidikan yang merata, baik dengan membangun sekolah baru atau bekerja sama dengan sekolah swasta; 4. Menerapkan standar pelayanan pendidikan yang seragam di setiap sekolah; 5. Mengoptimalkan peran pemangku kepentingan dalam pelaksanaan PPDB baik di tingkat pusat maupun daerah; 6. Mengikat komitmen bersama untuk menciptakan PPDB yang jujur dan berintegritas.
Tonton: Nilai IQ Tertinggi Berkisar 200-250, Siapa yang Memiliki IQ Tertinggi di Dunia? Indraza juga menekankan pentingnya pengawasan oleh kepala daerah dan inspektorat daerah dalam menangani masalah PPDB. Termasuk pengelolaan pengaduan pelayanan publik, evaluasi dan tindakan terhadap pelanggaran, serta sosialisasi yang obyektif, transparan, dan akuntabel. Tak kalah penting, mengurangi favoritisme dalam satuan pendidikan juga menjadi hal yang mendesak. Saat ini, Ombudsman akan bertemu dan berkoordinasi dengan stakeholders terkait dalam rangka finalisasi hasil pengawasan PPDB selama periode 2021-2024, termasuk rekomendasi yang akan segera disampaikan kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah dalam waktu dekat.
“Pendidikan, sebagai pelayanan dasar, hendaknya dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal diperlukan ada perubahan, maka perlu dilakukan kajian yang mendalam dan tetap memperhatikan pendapat dari berbagai pihak” tutup Indraza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News