Ombudsman tak setuju pembatasan BBM di jalan tol



JAKARTA. Lembaga negara pengawas pelayanan publik, Ombudsman Republik Indonesia akan melayangkan teguran terkait kebijakan pelarangan penjualan BBM bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di jalan tol. Ombudsman menilai, kebijakan pemerintah untuk pengendalian BBM tersebut terlalu parsial dan diskriminatif.

"Surat teguran akan kami kirim pada Kamis (21/8) lusa,"  kata Ketua Ombudsman RI Danang Girindrawardana kepada KONTAN, Selasa (19/8).

Pada dasarnya, menurut Danang, lembanganya setuju dengan adanya program penghematan BBM. Namun Ombudsman tidak setuju jika progran tersebut dilaksanakan secara parsial dan diskriminatif.


Menurut Danang, pembatasan penjualan BBM semestinya berlaku di seluruh SPBU. Jika hal tersebut sulit diberlakukan kata Danang, pembatasan dapat dilakukan berdasarkan teritori kota metropolitan pada area yang lebih luas. Itu pun harus berdasarkan data yang menunjukkan penyedotan jatah premium bersubsidi yang relatif tinggi. Dia mencontohkan, pengendalian BBM yang berlaku di seluruh wilayah DKI Jakarta.   “Jangan sepenggal jalan tol saja karena jika ini yang dilakukan justru akan memicu siasat para pengemudi untuk mengisi BBM di luar area tol dan misi penghematan tidak akan tercapai," imbuhnya.   Danang juga mengatakan, kebijakan pemerintah tersebut terindikasi malaadministrasi, jika dilihat dari sisi kebijakan yang diskriminatif. Diskriminasi ini berpotensi merugikan sebagian pelaku usaha karena semestinya kebijakan disusun dengan sudut pandang perlakuan adil bagi seluruh pengusaha, serta benar-benar berdampak positif bagi penghematan anggaran negara.   Lebih lanjut Danang mengungkapkan, upaya pemerintah terkait pengelolaan BBM bersubsidi ini bukan kali pertama dilakukan. Regulasi penghematan BBM bersubsidi telah berulangkali digelontorkan, namun dieksekusi secara tidak tuntas dan menimbulkan banyak keraguan terhadap keseriusan pemerintah. Seperti pelarangan penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan ber-plat merah, kendaraan dengan CC dan tahun tertentu hingga pemberlakuan RFID.   “Namun upaya itu terkesan setengah-setengah karena tidak tuntas pelaksanaannya dan pemerintah bersikap seperti pemadam kebakaran yang seharusnya dilakukan secara lebih sistematis lagi,” tuturnya   Untuk itu, Danang berharap, pemerintah bersikap konsisten terhadap pelbagai kebijakan yang berdampak secara langsung terhadap dunia usaha. Dunia usaha juga menjadi bagian yang harus dilindungi pemerintah. Keterlibatan pemangku kepentingan dalam pembuatan kebijakan patut menjadi perhatian.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa