Ombudsman: TKA ilegal di Indonesia masih deras



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, Ombudsman Republik Indonesia merilis hasil investigasi atas penempatan dan pengawasan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia. Data terkumpul dari 7 provinsi dan menunjukkan adanya maladministrasi yang dilakukan pihak pemerintah dan menyebabkan derasnya TKA ilegal terutama dari China.

"Ada sebuah kondisi dimana arus tenaga kerja asing, terutama dari Tiongkok, masuk deras sekali dan sebagian dari mereka adalah unskilled labour," jelas Komisioner Ombudsman RI Laode Ida, Kamis (26/4).

Laode merinci hal tersebut terlihat dalam sejumlah investigasi yang mereka lakukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatra Utara dan Kepulauan Riau. Adanya pekerja tak berketerampilan dari China ini, ia paparkan, paling banyak terjadi di daerah-daerah dengan tambang smelter yang pada proses konstruksinya memanggil buruh negara asal mesin tambang dan smelter tersebut.


Kemudian pada area yang rata-rata merupakan kawasan industri khusus tersebut hampir seluruhnya menggunakan TKA untuk segala lini perkejaan dari sopir, juru masak hingga petugas kebersihan.

Selain itu, Ombudsman juga menemukan ketimpangan antara data yang diberikan pemerintah dengan kenyataan di lapangan. Pasalnya, mengutip data resmi Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah TKA tahun 2017 mencapai 126.000 orang atau meningkat dari angka akhir 2016 sebanyak 74.813 orang.

Namun Laode meyakini jumlah TKA yang ada di lapangan masih lebih banyak lagi dari data yang diberikan oleh Kementerian Tenaga Kerja. Adapula temuan setidaknya 6 perusahaan di kabupaten Gresik, beestatus IMTA yang telah habis masa berlaku dan tidak diperpanjang, namun masih mempekerjakan TKA di Indonesia.

Atas kondisi itu, Ombudsman mengkritisi belum adanya Integrasi data antara Kementerian/Lembaga Pusat dan Daerah. Adapun Tim Pengawasan Orang Asing (Tim Pora) yang dibentuk atas rekomendasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 dinilai masih belum efektif.

Laode memperkirakan, gaji yang diterima oleh pekerja buruh TKA illegal dalam pabrik menerima minimal Rp 10 juta perbulan, dimana bagi pekerja Indonesia hanya menerima sepertiga dari angka tersebut. Tak hanya soal kesenjangan, namun terdapat indikasi penggajian TKA tersebut langsung dikirim ke bank asal pekerja sehingga melangkahi pungutan pajak pendapatan untuk negara Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri Komjen. Pol. Lutfi Lubihanto menyatakan pihaknya bakal memperketat jajarannya dalam melakukan kegiatan pemantauan orang asing di daerah. Kemudian, Direktur Bina Penegakkan Hukum Ketenagakerjaan Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Kemnaker, Brigjen Polisi Iswandi Hari mengatakan, hasil kajian ini akan menjadi bahan evaluasi Kementrian Tenaga kerja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia