Omzet Pengusaha Kerajinan Mulai Merosot



JAKARTA. Kesepakatan pemberlakuan pedagangan bebas atau free trade area (FTA) ASEAN-China makin menghantui para pengusaha kakap hingga para pengrajin di daerah. Terang saja, selama ini produk ilegal dari negeri Tirai Bambu ini sudah begitu menguasai pasar di Indonesia. Ditambah lagi, dengan kesepakatan FTA ini berbagai produk China secara legal bebas masuk ke Indonesia.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, kebijakan FTA ASEAN-China ini benar-benar sudah berlaku sejak awal Januari 2010. Bea masuk produk-produk China seperti kerajinan tangan dan manufaktur pun sudah 0%. Sofjan mengatakan Industri Kecil Menengah memang yang akan merasakan langsung dampaknya. Sementara dampat lebih besar lagi akan dirasakan pada kuartal pertama 2010 bagi para pengusaha besar di Indonesia.

Benar saja, produsen kerajinan tangan di daerah sudah mulai mengeluhkan produk China yang makin membanjiri pasar di Indonesia. Trusty Judiarto, pengrajin aneka produk sulam tangan dari Surabaya bilang, sebelumnya produknya sudah harus berjibaku dengan barang ilegal dari China. "Sekarang omzet makin berkurang karena makin banyaknya produk China masuk dengan harga sangat murah," katanya.


Taplak meja rajut atau biasa disebut haken produksi Trusty harga jualnya sekitar RP 70.000 per unit. Tapi, produk sejenis dari China dibanderol hanya Rp 20.000 per unit. Selain itu pakaian sulam pita buatannya yang seharga Rp 170.000 per setel harus bersaing dengan pakaian impor dari China dengan harga Rp 75.000 per setel.

Sebelumnya, omzet per bulan kerajinan sulam milik Trusty bisa mencapai belasan juta rupiah. "Sekarang omzetnya tidak sampai Rp 5 juta per bulan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: