Ongkos angkut ke Pulau Jawa mahal, petani ekspor jagung ke Filipina



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspor jagung lokal ke Filipina oleh petani jagung di luar Pulau Jawa sejatinya sudah kerap dilakukan. Namun bukan karena mencari untung, tapi karena biaya angkut ke pabrik pakan di Banten dinilai lebih mahal daripada bila diekspor ke luar negeri. 

Melihat kondisi ini, Dewan Jagung Nasional mengatakan, Kementerian Pertanian harus lebih proaktif meratakan penyebaran pabrik dan pusat pengeringan jagung.

Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Nasional Maxdeyul Sola menyatakan untuk area seperti Gorontalo memang sudah kerap ekspor jagung. "Karena kalau dia bawa ke Jakarta, Surabaya, Makassar, cost-nya akan besar. Jadi lebih baik di ekspor ke Filipina kalau produksinya ada," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (4/9).


Apalagi, indikator harga jagung terletak di pergerakan harga jagung yang menyuplai pabrik di Banten. Maka petani luar Jawa harus teliti menghitung cost relative distribusi ke Jawa yang harus melalui jalur darat dan laut, ketimbang ke Filipina yang umumnya sekali kirim kargo via laut. Gorontalo merupakan sentra produksi jagung yang kerap mengekspor ke Filipina.

Soal harga, Maxdeyul melanjutkan harga jagung di Banten umumnya mengikuti patokan harga acuan pembelian petani yang sudah ditetapkan pemerintah. Untuk pakan, patokannya adalah jagung dengan kadar air 25% dengan harga acuan Rp 2.850 per kilogram (kg). Harga ini tidak sekompetitif tawaran pabrik di pasar ekspor dan membeli di kisaran Rp 3.200-Rp 3.300 per kg.

Mengutip pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, total produksi jagung di Indonesia per 2015 sebanyak 19,61 juta ton. Sebanyak 54,12% atau sekitar 10,61 juta tonnya diproduksi di Pulau Jawa. Sisanya tersebar di berbagai pulau lain. 

Hampir 40% sentra produksi jagung berada di luar Pulau Jawa. Sementara itu, mayoritas konsumen jagung yang merupakan perusahaan pakan ternak berada di Pulau Jawa. Lebih jauh, persoalan lemahnya distribusi justru menciptakan efek domino pada tidak meratanya harga jagung yang kemudian berimbas pada kenaikan harga pakan ternak, kenaikan harga telur maupun ayam ras akhir-akhir ini.

Oleh karena itu, Maxdeyul melihat bila pemerintah benar-benar ingin menargetkan swasembada jagung yang sesungguhnya, harusnya tidak hanya meningkatkan produktivitas lahan. Namun seharusnya juga meratakan pembangunan pusat pengeringan jagung dan pabrik pakan.

"Kebijakan Kemtan adalah tanam jagung di seluruh wilayah indonesia, tapi pabrik pakan itu masih terkonsentrasi, harusnya pengembangan jagung identik dengan pengembangan pabrik pakan, agar merata dan pengembangan ayam juga merata," katanya.

Program Kementerian Pertanian yang berniat membagikan mobile corn dryer menurutnya kurang efektif. Pasalnya banyak kejadian dimana petani kembali memilih menjemur jagung dengan matahari karena pertimbangan biaya. Akibatnya mesin tersebut jadi mangkrak dan rusak. Sedangkan bila diberikan kepada pihak pedagang, pihak tersebut memiliki anggaran untuk menjalankan dan merawat mesin tersebut.

Asal tahu saja, saat ini terdapat tiga prototipe mobil pengering jagung yang dibuat oleh PT Charoen Pokphand Tbk (CPIN). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi