OPEC Berencana Pangkas Produksi Lagi, Harga Minyak Rebound



SINGAPURA. Sudah dua hari ini, harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan di New York. Adanya spekulasi pemangkasan produksi oleh negara-negara Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) akan mencegah peningkatan berlebihan pada cadangan minyak.

Asal tahu saja, menurunnya permintaan global minyak menyebabkan kelebihan suplai sebesar 1 juta barel per hari yang harus segera disalurkan pada akhir tahun ini. Hal itu diungkapkan oleh Menteri Perminyakan Venezuela Rafael Ramirez.

Ramirez juga bilang, para menteri perminyakan dari 13 negara yang tergabung dalam OPEC akan kembali mengadakan pertemuan di Kairo pada 29 November mendatang. Venezuela, yang merupakan negara produsen minyak kelima terbesar OPEC, mengusulkan untuk kembali memangkas produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari dan memastikan bahwa pengurangan minyak 1,5 juta barel yang disepakati pada 24 Oktober bakal diimplementasikan.


Menurut CEO Total SA Christophe de Margerie, turunnya harga minyak di bawah US$ 50 per barel berisiko adanya penimbunan minyak oleh perusahaan-perusahaan minyak kecil.

“OPEC harus berhati-hati akan ada upaya memanipulasi kondisi ini. Ada kemungkinan, mereka akan terus memangkas jumlah produksi. Namun mereka akan menunggu hingga pergantian tahun sebelum mengevaluasi lagi tindakan yang sudah dilakukan,” jelas Mark Pevan, senior commodity strategist Australia & New Zealand Banking Group Ltd di Melbourne.

Harga minyak untuk pengantaran bulan Januari naik sebesat US$ 1,41 atau 2,8% menjadi US$ 51,34 per barel di New York Mercantile Exchange. Sebelumnya, pada pukul 09.50 waktu Singapura, minyak berada pada level US$ 50,18 per barel.

Pada 21 November lalu, harga minyak naik 1% menjadi US$ 49,93 per barel. Ini merupakan kenaikan pertama dalam enam hari seiring adanya prediksi adanya penurunan pengantaran minyak OPEC sebesar 3,8% bulan ini. 

Sementara itu, harga minyak jenis brent untuk pengantaran Januari juga mengalami kenaikan sebesar 81% atau 1,7% menjadi US$ 50 per barel di ICE Futures Europe London, hari ini. Sebelumnya, pada pukul 07.40 waktu Singapura, harga minyak brent berada pada posisi US$ 49,98. Pada 21 November lalu, harga kontrak minyak ini naik 2,3% menjadi US$ 49,19.

“OPEC tidak memiliki kekuatan banyak untuk mengontrol harga minyak. Lihat saja, tingginya jumlah pemangkasan pada beberapa bulan lalu tidak memiliki dampak banyak terhadap harga. Saya rasa saat ini mereka merasa prihatin karena pemangkasan produksi tetap menyebabkan harga minyak turun sehingga menyebabkan tergerusnya pendapatan mereka dua kali lipat,” jelas Pervan.

Catatan saja, berdasarkan data dari Departemen energi Amerika Serikat (AS), saat ini jumlah cadangan minyak di AS yang merupakan negara konsumsi minyak terbesar dunia, mengalami peningkatan tertinggi dalam enam bulan terakhir. Adanya laporan yang bakal dirilis besok kemungkinan akan menunjukkan masih terjadi tekanan hebat dalam perekonomian pada kuartal tiga dibanding prediksi yang dibuat sebelumnya.

Pervan juga menilai, dari seluruh komoditas yang ada, minyak merupakan komoditas yang paling utama dalam perekonomian AS. Dia memprediksi, harga minyak akan berada di bawah US$ 40 per barel pada kuartal pertama seiring dengan berlanjutnya kontraksi ekonomi.

“Sejauh yang bisa kita lihat, kondisi permintaan komoditas akan semakin melemah sebelum ada peningkatan permintaan minyak dalam enam bulan ke depan,” jelasnya.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie