KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Harga minyak global berpeluang kembali memanas di tengah isu pemangkasan produksi oleh negara-negara pengekspor minyak (OPEC) dan sekutunya. Indonesia pun mesti bersiap menghadapi tantangan fluktuasi harga minyak global. Sebagai informasi, OPEC akan mengadakan pertemuan pada Kamis (5/12) dan Jumat (6/12) di Wina waktu setempat. Ada kemungkinan OPEC dan negara sekutunya akan memperpanjang pemangkasan produksi minyak sekaligus menambah jumlah pemotongan produksinya menjadi 400.000 barel per hari (bph). Sebelumnya, OPEC dan sekutunya sepakat memangkas produksi minyak sebesar 1,2 juta bph sejak Januari 2019 sampai Maret 2020. Baca Juga: Harga Minyak Memanas Jelang Rapat OPEC Dikutip dari Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Januari di New York Mercantile Exchange (Nymex) naik 0,70% ke level US$ 56,49 per barel pada Rabu (4/12) pukul 13.20 WIB. Sedangkan harga minyak Brent di ICE Futures kontrak pengiriman Februari 2020 naik 0,77% ke level US$ 61,29 per barel. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto menganggap pemangkasan produksi minyak oleh OPEC dan sekutunya merupakan isu yang wajar. Tidak serta merta pula APBN akan langsung terbebani secara signifikan akibat gejolak harga minyak dunia. Ditambah lagi, harga minyak global saat ini masih di level yang normal bagi negara. Pemerintah pun diklaim Djoko sudah berkali-kali selamat dari risiko volatilitas harga minyak global. "Kita (pemerintah) sudah punya segudang pengalaman dalam menghadapi gejolak harga minyak, baik ketika harga minyak di atas US$ 100 per barel maupun di bawah US$ 40 per barel," ujar dia, Rabu (4/12). Baca Juga: Kontraktor Migas Fokus Menjaga Produksi di Tahun 2020 Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, efek pemangkasan produksi minyak oleh OPEC terhadap Indonesia akan tergantung dari reaksi pasar ke depan. Ia menyebut, Arab Saudi sebagai produsen minyak terbesar di OPEC berusaha mendorong harga minyak global di kisaran US$ 60--US$ 70 per barel. Jikalau benar terjadi pemangkasan produksi dan harga minyak dunia berada di level seperti itu, maka akan berdampak pada kenaikan biaya impor minyak. Artinya, defisit transaksi berjalan Indonesia terancam melebar. "Subsidi BBM juga bisa meningkat karena harga yang disebut tadi di atas asumsi Indonesia Crude Price (ICP) pada APBN 2020 sebesar US$ 63 per barel," ungkap dia, Rabu (4/12). Kendati demikian, untuk saat ini pemerintah tidak perlu terlalu reaktif dan lebih baik menunggu reaksi pasar. Pada dasarnya, kesepakatan OPEC dan sekutu berupa pemangkasan produksi minyak 1,2 juta barel masih berlaku sampai Maret 2020. Belum bisa dipastikan apakah kesepakatan baru OPEC dalam pertemuan pekan ini akan langsung berlaku di awal tahun 2020 atau setelah Maret tahun mendatang. Selain itu, pada akhirnya harga minyak dunia ditentukan oleh kondisi pasokan minyak mentah di pasar. "Ada juga produsen-produsen di luar OPEC seperti AS yang tingkay produksinya cukup tinggi sehingga dapat mempengaruhi harga minyak mentah," sambung Fabby.
OPEC pangkas produksi, nilai impor minyak Indonesia bisa meningkat
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Harga minyak global berpeluang kembali memanas di tengah isu pemangkasan produksi oleh negara-negara pengekspor minyak (OPEC) dan sekutunya. Indonesia pun mesti bersiap menghadapi tantangan fluktuasi harga minyak global. Sebagai informasi, OPEC akan mengadakan pertemuan pada Kamis (5/12) dan Jumat (6/12) di Wina waktu setempat. Ada kemungkinan OPEC dan negara sekutunya akan memperpanjang pemangkasan produksi minyak sekaligus menambah jumlah pemotongan produksinya menjadi 400.000 barel per hari (bph). Sebelumnya, OPEC dan sekutunya sepakat memangkas produksi minyak sebesar 1,2 juta bph sejak Januari 2019 sampai Maret 2020. Baca Juga: Harga Minyak Memanas Jelang Rapat OPEC Dikutip dari Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Januari di New York Mercantile Exchange (Nymex) naik 0,70% ke level US$ 56,49 per barel pada Rabu (4/12) pukul 13.20 WIB. Sedangkan harga minyak Brent di ICE Futures kontrak pengiriman Februari 2020 naik 0,77% ke level US$ 61,29 per barel. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto menganggap pemangkasan produksi minyak oleh OPEC dan sekutunya merupakan isu yang wajar. Tidak serta merta pula APBN akan langsung terbebani secara signifikan akibat gejolak harga minyak dunia. Ditambah lagi, harga minyak global saat ini masih di level yang normal bagi negara. Pemerintah pun diklaim Djoko sudah berkali-kali selamat dari risiko volatilitas harga minyak global. "Kita (pemerintah) sudah punya segudang pengalaman dalam menghadapi gejolak harga minyak, baik ketika harga minyak di atas US$ 100 per barel maupun di bawah US$ 40 per barel," ujar dia, Rabu (4/12). Baca Juga: Kontraktor Migas Fokus Menjaga Produksi di Tahun 2020 Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, efek pemangkasan produksi minyak oleh OPEC terhadap Indonesia akan tergantung dari reaksi pasar ke depan. Ia menyebut, Arab Saudi sebagai produsen minyak terbesar di OPEC berusaha mendorong harga minyak global di kisaran US$ 60--US$ 70 per barel. Jikalau benar terjadi pemangkasan produksi dan harga minyak dunia berada di level seperti itu, maka akan berdampak pada kenaikan biaya impor minyak. Artinya, defisit transaksi berjalan Indonesia terancam melebar. "Subsidi BBM juga bisa meningkat karena harga yang disebut tadi di atas asumsi Indonesia Crude Price (ICP) pada APBN 2020 sebesar US$ 63 per barel," ungkap dia, Rabu (4/12). Kendati demikian, untuk saat ini pemerintah tidak perlu terlalu reaktif dan lebih baik menunggu reaksi pasar. Pada dasarnya, kesepakatan OPEC dan sekutu berupa pemangkasan produksi minyak 1,2 juta barel masih berlaku sampai Maret 2020. Belum bisa dipastikan apakah kesepakatan baru OPEC dalam pertemuan pekan ini akan langsung berlaku di awal tahun 2020 atau setelah Maret tahun mendatang. Selain itu, pada akhirnya harga minyak dunia ditentukan oleh kondisi pasokan minyak mentah di pasar. "Ada juga produsen-produsen di luar OPEC seperti AS yang tingkay produksinya cukup tinggi sehingga dapat mempengaruhi harga minyak mentah," sambung Fabby.