KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Operasional tiga perusahaan yang berlokasi di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru dan Garoga masih dihentikan sementara oleh Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) sejak 6 Desember 2025. Kebijakan ini diambil menyusul dugaan kontribusi aktivitas usaha mulai dari PLTA, industri kehutanan, pertambangan hingga Perkebunan yang memperbesar tekanan ekologis dan memicu banjir besar di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara.
Baca Juga: Simak Antisipasi XLSmart Hadapi Lonjakan Trafik Saat Nataru 2025/2026 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan, pihaknya belum dapat menanggapi temuan KLH/BPLH sebelum menerima laporan resmi. Termasuk temuan terkait dugaan kontribusi PLTA Batang Toru yang dijalankan PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) dan aktivitas tambang emas PT Agincourt Resources (PTAR). “Saya belum mendapat laporan hasil daripada LH. Saya dapat dulu, baru saya kaji,” kata Bahlil usai agenda LEADER'S TALK: Mewujudkan Swasembada Energi di Jakarta, Senin (8/12). Dengan demikian, Kementerian ESDM masih menunggu hasil audit lingkungan dan pemeriksaan resmi yang tengah dilakukan KLH/BPLH. Belum ada instruksi tambahan dari sektor ESDM kepada proyek PLTA maupun entitas pertambangan terkait.
Baca Juga: Simak Antisipasi XLSmart Hadapi Lonjakan Trafik Saat Nataru 2025/2026 PT Agincourt Resources (PTAR), pengelola Tambang Emas Martabe dan bagian dari PT United Tractors Tbk (UNTR), mengonfirmasi penghentian penuh seluruh aktivitas produksi sejak 6 Desember 2025. Senior Manager Corporate Communications PTAR, Katarina Siburian Hardono, menegaskan perusahaan mematuhi keputusan pemerintah. "PTAR menghormati sepenuhnya kewenangan pemerintah. Kami akan mengikuti seluruh prosedur serta memberikan data yang diperlukan kepada otoritas melalui mekanisme resmi. PTAR terbuka dan kooperatif terhadap proses verifikasi,” ujar Katarina kepada Kontan, Senin (8/12/2025). Katarina berharap proses verifikasi berjalan objektif untuk meredam simpang siur informasi sekaligus menjadi dasar perbaikan mitigasi risiko bencana. Ia juga menyoroti rekam jejak PROPER Hijau dan penghargaan
Good Mining Practice sebagai indikator kepatuhan perusahaan terhadap tata kelola lingkungan.
Baca Juga: Strategi Tenang Daihatsu di Mobil Listrik, Fokus pada Model Sesuai Pasar Sebelumnya, KLH/BPLH menghentikan operasional tiga perusahaan setelah inspeksi udara dan darat menunjukkan indikasi tekanan ekologis signifikan di Batang Toru dan Garoga. Pembukaan lahan untuk PLTA, pertambangan, hutan tanaman industri, dan perkebunan sawit disebut meningkatkan erosi dan memperbesar potensi banjir bandang. Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq menegaskan evaluasi menyeluruh merupakan langkah wajib. “Kami akan menghitung kerusakan, menilai aspek hukum, dan tidak menutup kemungkinan proses pidana jika ditemukan pelanggaran yang memperparah bencana,” kata Hanif dalam keterangan resmi. Deputi Penegakan Hukum KLH/BPLH Rizal Irawan menambahkan, pemantauan udara memperlihatkan pembukaan lahan yang masif. Verifikasi lapangan akan diperluas ke Batang Toru, Garoga, dan sejumlah DAS lain di Sumatra Utara.
Baca Juga: Operasi Tambang Disetop Sementara, Agincourt Resources Unit Bisnis UNTR Buka Suara Direktur Eksekutif Pushep Bisman Bachtiar menilai, langkah penghentian sementara operasional memiliki dasar hukum kuat dalam UU 32/2009. “Pemerintah wajib segera mengambil tindakan cepat. Penghentian sementara itu kewenangan Menteri LH. Tinggal bagaimana membuktikan pelanggaran dan mengambil langkah lanjutan,” kata Bisman kepada Kontan. Bisman menjelaskan bahwa sanksi administratif seperti pemulihan lingkungan dapat diterapkan terlebih dahulu. Setelah itu, pemerintah dapat mengajukan gugatan perdata dengan mekanisme
strict liability hingga masuk proses pidana bila ditemukan unsur kesengajaan atau kelalaian.
“Tergantung tingkat kesalahannya, bisa satu proses hukum ataupun kumulatif," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News