JAKARTA. De javu. Genderang perang tarif telekomunikasi bertabuh kembali. Indosat mendeklarasikan tarif telepon Rp 1 per detik secara nasional. Syaratnya, membeli paket Freedom Combo 5.0, pelanggan Indosat menikmati tarif telpon Rp 1 per detik antaroperator. Selain itu, konsumen mendapatkan bonus kuota internet dan akses bebas kuota WhatsApp, Line, BBM, Path, Twitter, Facebook, Go-Jek, dan Grab. Tentu konsumen senang. Tapi tampaknya operator telekomunikasi masih tak mau belajar dari perang tarif yang pernah dilakukan oleh Esia dan Axis. Keduanya melakukan perang harga percakapan telepon dan internet secara masif. Akibatnya industri telekomunikasi nasional menggalami tekanan dan mengurangi profitabilitas perusahaan telekomunikasi. Axis dan Esia yang dahulu getol melakukan banting-bantingan harga, kini tinggal kenangan. Leonardo Henry Gavaza, analis saham Bahana Securities, menyesalkan terjadinya perang harga itu. Menurutnya, industri telekomunikasi di Indonesia mulai pulih pasca perang harga yang di tahun 2008 lalu. Menurut Leonardo, jika Indosat terus melakukan perang harga, profitabilitas perseroan ini akan semakin terpuru lalu berdampak serius kepada pendapatan dan net profit. “Jika Telkomsel sampai terpancing untuk menurunkan tarifnya kemungkinan Indosat dan XL Axiata bisa mati. Jika itu terjadi, Telkomsel akan semakin kuat lagi. Akhirnya industri telekomunikasi nasional terpuruk,” papar Leonardo, dalam pernyataan tertulis yang diterima KONTAN, Senin (15/5).
Operator perang tarif lagi, industri bisa jontor
JAKARTA. De javu. Genderang perang tarif telekomunikasi bertabuh kembali. Indosat mendeklarasikan tarif telepon Rp 1 per detik secara nasional. Syaratnya, membeli paket Freedom Combo 5.0, pelanggan Indosat menikmati tarif telpon Rp 1 per detik antaroperator. Selain itu, konsumen mendapatkan bonus kuota internet dan akses bebas kuota WhatsApp, Line, BBM, Path, Twitter, Facebook, Go-Jek, dan Grab. Tentu konsumen senang. Tapi tampaknya operator telekomunikasi masih tak mau belajar dari perang tarif yang pernah dilakukan oleh Esia dan Axis. Keduanya melakukan perang harga percakapan telepon dan internet secara masif. Akibatnya industri telekomunikasi nasional menggalami tekanan dan mengurangi profitabilitas perusahaan telekomunikasi. Axis dan Esia yang dahulu getol melakukan banting-bantingan harga, kini tinggal kenangan. Leonardo Henry Gavaza, analis saham Bahana Securities, menyesalkan terjadinya perang harga itu. Menurutnya, industri telekomunikasi di Indonesia mulai pulih pasca perang harga yang di tahun 2008 lalu. Menurut Leonardo, jika Indosat terus melakukan perang harga, profitabilitas perseroan ini akan semakin terpuru lalu berdampak serius kepada pendapatan dan net profit. “Jika Telkomsel sampai terpancing untuk menurunkan tarifnya kemungkinan Indosat dan XL Axiata bisa mati. Jika itu terjadi, Telkomsel akan semakin kuat lagi. Akhirnya industri telekomunikasi nasional terpuruk,” papar Leonardo, dalam pernyataan tertulis yang diterima KONTAN, Senin (15/5).