KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mengungkapkan perusahaan asal Rusia, Zarubezhneft akan menjual kepemilikan sahamnya di Blok Tuna. Keputusan ini merupakan buntut dari mandegnya pengembangan Blok Tuna akibat sanksi Uni Eropa dan Inggris kepada Premier Oil Tuna BV, anak usaha Harbour Energy Group karena bermitra dengan Rusia. Sanksi ini merupakan respons invasi Rusia ke Ukraina yang terjadi pada awal tahun lalu. Di dalam proyek ini, BUMN Rusia Zarubezhneft melalui anak usahanya ZN Asia Ltd mengempit 50% hak partisipasi proyek Lapangan Tuna, adapun 50% dimiliki oleh Harbour Energy.
Baca Juga: Proyek Migas yang Libatkan Rusia Terkena Dampak, Ini Kata Menteri ESDM Direktur Eksplorasi SKK Migas, Benny Lubiantara mengungkapkan, Zarubezhneft sedang dalam proses farm out. Sebagai informasi, farm out adalah pengalihan interest dari pemegang wilayah kerja yang ada ke perusahaan lain atau bentuk konsorsium. “Tentu dengan begini Harbour otomatis akan memiliki partner baru siapa terus terang kita belum tahu. Bisa saja perusahaan migas di Indonesia bisa juga dari luar, most likely dari Indonesia. Tetapi sampai saat ini kita belum tahu,” jelasnya di Gedung Wisma Mulia, Selasa (18/7). Menurut Benny, prospek pengembangan Blok Tuna cukup potensial karena menyimpan cadangan migas yang layak diperhitungkan. “Tuna lumayan ya, volume gas sekitar 300-an Billion Cubic Feet (BCF) dan minyaknya ada sekitar 20 juta hingga 30 juta,” ujarnya. Di dalam rencana pengembangan atau plan of development (PoD), hasil migas dari Blok Tuna akan dikirimkan ke Vietnam. Wakil Kepala SKK Migas, Nanang Abdul Manaf menjelaskan lebih lanjut, hasil migas dari Blok Tuna akan diekspor ke Vietnam karena jaraknya pengirimannya lebih dekat dibandingkan disalurkan ke dalam negeri. “Jaraknya hanya 10 kilometer (km) ke Vietnam. Di situ ada fasilitas produksi gas eksisting milik Harbour, tetapi KKKS dengan Vietnam. Ini bisa disinergikan dibandingkan harus ditarik ke domestik butuh 600 km ke West Natuna,” ujarnya dalam kesempatan yang sama. Mempertimbangkan jarak tersebut, Nanang menyatakan, biaya operasional pengiriman hasil gas Blok Tuna akan lebih efisien. Harga gas yang atraktif itu, nantinya akan memberikan dampak positif bagi proyek-proyek yang ada di wiilayah perbatasan.
Baca Juga: Proyek Pengembangan Blok Tuna Terhambat Sanksi Uni Eropa dan Inggris “Pengembangan Blok Tuna juga strategis karena berada di wilayah 3T (Daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar), betul-betul terluar karena sudah ada di utara Natuna berbatasan dengan Vietnam,” terangnya. Sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif berharap rencana pengembangan Blok Tuna dapat segera berjalan. “POD yang di Blok Tuna cari alternatif lain dari Harbour Energy. Mereka sementara menunggu proses pengalihan tentu mereka harus berizin dulu,” ujar Arifin. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi