Operator telekomunikasi AS terganjal perang tarif



NEW YORK. Ada satu kecemasan yang menghinggapi para pelaku pasar Amerika Serikat di awal tahun ini. Wall Street tengah menyoroti persaingan bisnis pasar telekomunikasi Negeri Paman Sam. Dengan gencar, para operator telekomunikasi menggelar perang tarif. Hal ini berpotensi memicu penurunan kinerja keuangan para operator.

Pada akhir tahun lalu, T-Mobile US begitu agresif mengiming-imingi para pelanggan operator lain, semisal AT&T Inc, untuk beralih ke layanan mereka. Di sisi lain, AT&T melakukan serangan balik. Pada 3 Januari 2013, operator telekomunikasi terbesar kedua di AS ini berani membayar konsumen untuk berpindah dari layanan T-Mobile.

Beberapa hari kemudian, giliran operator terbesar ketiga AS, Sprint Corp, menawarkan diskon gede bagi pelanggan kelompok keluarga. T-Mobile tak mau kalah. Merespons manuver para rivalnya, operator terbesar keempat di Negeri Paman Sam ini, menaikkan tawaran dan siap mengkompensasi dalam jumlah besar apabila para pelanggan mau bertobat dan kembali ke layanan mereka.


Aksi Sprint dan AT&T terjadi setelah T-Mobile, operator yang telah lama menjadi juru kunci di industri telekomunikasi AS, melaporkan kinerja mengejutkan. Selama tiga kuartal, T-Mobile mampu mencatatkan pertumbuhan pelanggan, setelah empat tahun menderita kerugian.

Tawaran diskon akan selalu disambut konsumen. Ini akan memicu persaingan ketat dan menjadi tantangan baru di industri telekomunikasi AS. Tapi para analis cemas hal itu bisa mengakibatkan hilangnya pendapatan hingga miliaran dollar AS.

Analis Jefferies, Michael McCormack, menilai penurunan rata-rata pendapatan bulanan per pengguna (ARPU) dari diskon bisa menghapus keuntungan dari penambahan pelanggan.

Para investor berharap AT&T dan pemimpin pasar Verizon Wireless mampu menghindari manuver T-Mobile. AT&T dan Verizon telah menguasai dua pertiga pasar telekomunikasi AS.

Sebelumnya, AT&T menyebutkan, manuver T-Mobile hanya menyasar konsumen yang sangat sadar akan biaya. Ini bukan pasar utama Verizon. "Hal yang paling mengecewakan adalah AT & T bereaksi terhadap manuver T-Mobile," kata McCormack.

AT&T mengklaim tak mengubah tarif layanannya. Mereka hanya menawarkan kredit senilai US$ 200 bagi konsumen yang ingin beralih ke jaringannya.

AT&T adalah target paling mudah bagi T-Mobile, karena mereka menggunakan teknologi yang sama. Jadi, mudah bagi pelanggan untuk beralih di antara kedua layanan itu. AT&T sempat ingin mengakuisisi T-Mobile pada tahun 2011. Pemilik mayoritas saham atau setara 67% saham T-Mobile adalah Deutsche Telekom.

Analis Roe Equity Research LLC, Kevin Roe, berpendapat pasar yang tidak sehat semakin parah. Roe tidak yakin insentif AT&T bagi pelanggan T-Mobile yang ingin beralih akan berakhir sampai di sini. "Masih akan ada lagi upaya AT&T. Hal ini akan berlanjut hingga AT&T memiliki stabilitas pangsa pasar," ungkap Roe.

Kompetisi masih sengit. Sprint, yang sahamnya dikuasai SoftBank Corp asal Jepang, berusaha merayu kembali pelanggan yang telah meninggalkannya karena masalah teknis perbaikan jaringan.

Investor ingin persaingan mereda. Itu bisa terwujud jika SoftBank berhasil menggabungkan Sprint dan T-Mobile. Akhir tahun lalu, Softbank berminat mengakuisisi T-Mobile. Tapi regulator menilai, AS masih membutuhkan empat operator tersebut.

Editor: Sandy Baskoro