JAKARTA. Kasus beras oplosan jelas bukan hal baru. Tapi, tidak selalu bertujuan negatif. Tujuan positif pencampuran beras ini, misalnya, untuk menekan harga agar bisa terjangkau, atau untuk menghasilkan beras yang sesuai keinginan konsumen. Kalau tujuan negatif beras oplosan adalah mencampur beras milik Perum Bulog dengan beras jenis lain, lalu dikemas ulang menjadi beras premium dan dijual dengan harga mahal. Untuk tujuan positif, Nellys Soediki, Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), mengatakan, pedagang mengoplos beras atas permintaan konsumen, kok. “Pengoplosan beras sudah biasa, asal dilakukan secara jujur, beras apa yang dipakai,” katanya. Pedagang harus menyampaikan informasi tersebut kepada konsumen. Nellys mencontohkan, pengoplosan beras biasanya terjadi pada beras impor asal Vietnam yang harganya Rp 7.400 per kilogram (kg) dengan beras lokal seharga Rp 10.000 per kg. Tujuannya, agar harga bisa ditekan menjadi Rp 8.300 per kg. Umumnya, pedagang mencampur beras secara manual. Beda dengan di luar negeri yang mencampur beras dengan mesin. “Dioplos juga biar rasanya sesuai. Beras impor kayak beras pera yang rasanya kurang enak,” kilahnya.
Oplos beras karena kebutuhan
JAKARTA. Kasus beras oplosan jelas bukan hal baru. Tapi, tidak selalu bertujuan negatif. Tujuan positif pencampuran beras ini, misalnya, untuk menekan harga agar bisa terjangkau, atau untuk menghasilkan beras yang sesuai keinginan konsumen. Kalau tujuan negatif beras oplosan adalah mencampur beras milik Perum Bulog dengan beras jenis lain, lalu dikemas ulang menjadi beras premium dan dijual dengan harga mahal. Untuk tujuan positif, Nellys Soediki, Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), mengatakan, pedagang mengoplos beras atas permintaan konsumen, kok. “Pengoplosan beras sudah biasa, asal dilakukan secara jujur, beras apa yang dipakai,” katanya. Pedagang harus menyampaikan informasi tersebut kepada konsumen. Nellys mencontohkan, pengoplosan beras biasanya terjadi pada beras impor asal Vietnam yang harganya Rp 7.400 per kilogram (kg) dengan beras lokal seharga Rp 10.000 per kg. Tujuannya, agar harga bisa ditekan menjadi Rp 8.300 per kg. Umumnya, pedagang mencampur beras secara manual. Beda dengan di luar negeri yang mencampur beras dengan mesin. “Dioplos juga biar rasanya sesuai. Beras impor kayak beras pera yang rasanya kurang enak,” kilahnya.