JAKARTA. Rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) masih harus menunggu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Jika rencana ini tak terlaksana, bisa jadi beban subsidi pemerintah akan membengkak. Makanya, pemerintah mempertimbangkan untuk menurunkan belanja negara melalui APBNP untuk menjaga fiskal tetap sehat. Menteri Keuangan Agus Martowardojo menuturkan pemerintah berharap DPR menyetujui rencana kenaikan TDL sebesar 10%. Sebab, jika tidak dilakukan penyesuaian harga, maka beban subsidi yang harus ditanggung pemerintah akan membengkak. "Kalau seandainya yang kami rencanakan ini tidak jalan, tentu ada implikasi ke APBN. Kalau melihat situasi seperti ini, yang kami rencanakan dan sudah disepakati tidak bisa dilaksanakan, tentu alasan untuk melakukan APBNP menjadi ada," ujarnya Kamis (2/2). Ia menambahkan, untuk menjaga agar subsidi energi tak membengkak, pemerintah akan melakukan upaya pengendalian konsumsi BBM bersubsidi, konversi dari BBM ke BBG secara bertahap, dan menaikkan TDL sebesar 10%. Jika langkah ini tidak dilakukan, maka pemerintah harus menanggung pembengkakan beban subsidi. Apalagi, saat ini harga minyak dunia terus merangkak naik. Padahal, di dalam APBN 2012 pemerintah mematok asumsi harga minyak mentah hanya sebesar US$ 80 per barel dan target lifting minyak 950.000 barel per hari. "Paling tidak (saat ini) harga minyak yang berbeda (dengan asumsi). Kalau di APBPN itu diusulkan, itu ada usulan-usulan untuk menurunkan belanja pemerintah supaya anggaran fiskal kita menjadi kredibel," jelas Agus. Pangkas anggaran Catatan saja, dalam APBN 2012 pemerintah mematok anggaran belanja negara sebesar Rp 1.435,4 triliun. Nah, jika rencana pembatasan BBM bersubsidi dan kenaikan TDL tidak disetujui, pemerintah berencana memangkas anggaran belanja negara ini. Sayangnya, Agus masih enggan merinci pos anggaran belanja mana yang akan dipangkas. Ia hanya bilang perubahan harga minyak dunia sudah pasti akan membuat pos subsidi energi membengkak ketimbang yang dianggarkan. "Kami ingin menjaga kesehatan fiskal, dengan maju bersama usulan APBNP. Evaluasi APBNP ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi April tidak seperti yang kita rencanakan," ujarnya. Sebelumnya, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mengkaji jika program pembatasan BBM bersubsidi di Jawa Bali diterapkan, sehingga konsumsi BBM bersubsidi sesuai kuota 40 juta kilo liter, maka pemerintah akan menghemat anggaran sekitar Rp 7,8 triliun - Rp 8 triliun. Kalau pemerintah berhasil menekan konsumsi BBM bersubsidi hingga 37,5 juta kilo liter, Rofyanto menghitung pemerintah bisa menghemat anggaran Rp 16 triliun. Nah, jika kenaikan TDL 10% pada April nanti dilakukan, diharapkan bisa menjaga subsidi listrik sesuai dengan yang dialokasikan dalam APBN 2012 sebesar Rp 45 triliun. Pelaksana tugas (Plt) Kepala BKF Bambang Brodjonegoro menerangkan, pembatasan BBM bersubsidi pada tahap awal memang hanya akan menghasilkan penghematan dalam jumlah kecil. Tapi, "Tahun depan dengan wilayah (pembatasan) yang lebih luas, setahun penuh, kemudian kebocoran makin kecil, maka lama-lama kita punya penghematan yang permanen,” ujar Bambang.
Opsi menurunkan belanja negara melalui APBNP
JAKARTA. Rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) masih harus menunggu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Jika rencana ini tak terlaksana, bisa jadi beban subsidi pemerintah akan membengkak. Makanya, pemerintah mempertimbangkan untuk menurunkan belanja negara melalui APBNP untuk menjaga fiskal tetap sehat. Menteri Keuangan Agus Martowardojo menuturkan pemerintah berharap DPR menyetujui rencana kenaikan TDL sebesar 10%. Sebab, jika tidak dilakukan penyesuaian harga, maka beban subsidi yang harus ditanggung pemerintah akan membengkak. "Kalau seandainya yang kami rencanakan ini tidak jalan, tentu ada implikasi ke APBN. Kalau melihat situasi seperti ini, yang kami rencanakan dan sudah disepakati tidak bisa dilaksanakan, tentu alasan untuk melakukan APBNP menjadi ada," ujarnya Kamis (2/2). Ia menambahkan, untuk menjaga agar subsidi energi tak membengkak, pemerintah akan melakukan upaya pengendalian konsumsi BBM bersubsidi, konversi dari BBM ke BBG secara bertahap, dan menaikkan TDL sebesar 10%. Jika langkah ini tidak dilakukan, maka pemerintah harus menanggung pembengkakan beban subsidi. Apalagi, saat ini harga minyak dunia terus merangkak naik. Padahal, di dalam APBN 2012 pemerintah mematok asumsi harga minyak mentah hanya sebesar US$ 80 per barel dan target lifting minyak 950.000 barel per hari. "Paling tidak (saat ini) harga minyak yang berbeda (dengan asumsi). Kalau di APBPN itu diusulkan, itu ada usulan-usulan untuk menurunkan belanja pemerintah supaya anggaran fiskal kita menjadi kredibel," jelas Agus. Pangkas anggaran Catatan saja, dalam APBN 2012 pemerintah mematok anggaran belanja negara sebesar Rp 1.435,4 triliun. Nah, jika rencana pembatasan BBM bersubsidi dan kenaikan TDL tidak disetujui, pemerintah berencana memangkas anggaran belanja negara ini. Sayangnya, Agus masih enggan merinci pos anggaran belanja mana yang akan dipangkas. Ia hanya bilang perubahan harga minyak dunia sudah pasti akan membuat pos subsidi energi membengkak ketimbang yang dianggarkan. "Kami ingin menjaga kesehatan fiskal, dengan maju bersama usulan APBNP. Evaluasi APBNP ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi April tidak seperti yang kita rencanakan," ujarnya. Sebelumnya, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mengkaji jika program pembatasan BBM bersubsidi di Jawa Bali diterapkan, sehingga konsumsi BBM bersubsidi sesuai kuota 40 juta kilo liter, maka pemerintah akan menghemat anggaran sekitar Rp 7,8 triliun - Rp 8 triliun. Kalau pemerintah berhasil menekan konsumsi BBM bersubsidi hingga 37,5 juta kilo liter, Rofyanto menghitung pemerintah bisa menghemat anggaran Rp 16 triliun. Nah, jika kenaikan TDL 10% pada April nanti dilakukan, diharapkan bisa menjaga subsidi listrik sesuai dengan yang dialokasikan dalam APBN 2012 sebesar Rp 45 triliun. Pelaksana tugas (Plt) Kepala BKF Bambang Brodjonegoro menerangkan, pembatasan BBM bersubsidi pada tahap awal memang hanya akan menghasilkan penghematan dalam jumlah kecil. Tapi, "Tahun depan dengan wilayah (pembatasan) yang lebih luas, setahun penuh, kemudian kebocoran makin kecil, maka lama-lama kita punya penghematan yang permanen,” ujar Bambang.