JAKARTA. Langkah pemerintah membuat perusahaan reasuransi dengan kapasitas yang besar agar mampu menahan premi di dalam negeri sepertinya masih panjang. Dua perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Asuransi Kredit Indonesia atau Askrindo dan Jaminan Kredit Indonesia atau Jamkrindo yang sebelumnya digadang-gadang ikut dalam rencana pembentukan reasuransi besar masih menunggu arahan Kementerian BUMN. Direktur Jamkrindo, Bhakti Prasetyo, mengatakan hingga saat ini pihaknya menunggu arahan dari Kementerian BUMN, terkait merger reasuransi dan permodalan reasuransi tersebut. "Kementerian BUMN memang menunjuk kami. Ada pemikiran ke sana tapi persoalannya banyak," kata Bhakti kepada KONTAN, Minggu (6/4). Saat ini konsep rencana merger reasuransi raksasa tersebut masih digodok oleh Mandiri Sekuritas. "Kalau sudah matang baru tahu ke depannya, saat ini belum," imbuh Bhakti.
Sedangkan Direktur Utama Askrindo, Antonius Chandra, mengatakan pihaknya juga masih menunggu hasil kajian Kementerian BUMN. Askrindo memiliki kepentingan dalam reasuransi tersebut, karena anak perusahaannya, yaitu Nasional Re juga bisa terpengaruh dengan adanya reasuransi tersebut. "Kami mempunyai anak perusahaan reasuransi, jadi pada dasarnya jika itu mau dikonsolidasi atau konsorsium, itu mempengaruhi anak perusahaan kami. Oleh karenanya kami pasti punya kepentingan," ujar Antonius beberapa waktu lalu. Menurut dia, potensi bisnis reasuransi ini cukup besar. Apalagi total premi asuransi dan reasuransi yang terbang ke luar negeri mencapai Rp 6,6 triliun. Dari kacamata bisnis, reasuransi ini berpotensi meraup keuntungan yang besar. "Walaupun semua tidak bisa ditaruh di dalam negeri, tapi bila reasuransi sebagian saja di dalam negeri bisa jadi besar," ujarnya. Mengenai rencana untuk menyuntikkan modal , Askrindo masih menunggu kajian Kementerian BUMN. Bila Kementerian BUMN memberi lampu hijau, pihaknya baru bisa membuat perhitungan mengenai permodalan.