KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bakal memangkas penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dari target yang sudah ditetapkan sebelumnya. Penyesuaian ini dilakukan karena adanya upaya pembiayaan APBN melalui mekanisme selain utang. Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatat, per akhir Agustus 2021, realisasi penerbitan SBN neto sebesar Rp 567,4 triliun. Angka tersebut setara dengan 47% dari target APBN sebesar Rp1.207,3 triliun. “Jadi kalau sekarang pemerintah menerbitkan Rp 550,6 triliun, ini hanya 46,8% dan ini sudah bulan Agustus ya, jadi masih jauh dari yang ditargetkan (tahun ini),” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat Konferensi Pers Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Kamis (23/9).
Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah dapat menekan utang dalam delapan bulan di tahun ini karena penyesuaian target penerbitan SBN neto. Hal tersebut dilakukan antara lain karena pemerintah memprioritaskan untuk menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan penyesuaian investasi.
Baca Juga: Realisasi pembiayaan utang per akhir Agustus 2021 turun 20,5% yoy, ini penyebabnya “Jadi yang sering disebutkan waktu itu oleh beberapa anggota DPR atau beberapa pengamat untuk menggunakan SAL, ini digunakan seperti situasi sekarang ini,” ucap Sri Mulyani. Selain itu, dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara pemerintah dan BI dalam hal bagi beban pembiayaan penanganan pandemi, utang dapat ditekan. Sri Mulyani melaporkan, kontribusi BI dalam pembelian SBN hingga 15 September 2021 sebesar Rp 139,8 triliun. Jumlah itu terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 95,6 triliun serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sejumlah Rp 44,25 triliun. “Sehingga, ini menyebabkan kebutuhan dari penerbitan SBN bisa diturunkan, dan turunnya cukup drastis dibandingkan tahun lau. Ini adalah cerita dari konsolidasi fiskal yang cukup konsisten,” kata Sri Mulyani, Setali tiga uang, sisa SBN neto yang dapat diterbitkan oleh pemerintah sejumlah Rp 639,9 triliun sampai dengan akhir tahun ini. Meski begitu, pemerintah memastikan, jumlah penerbitan utang akan jauh di bawah
outlook. Direktur Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkei) Luky Alfirman mengatakan pemenuhan pembiayaan SBN pada sisa waktu September dan kuartal IV-2021 akan dipenuhi melalui lelang regular, yakni SBN Ritel. Tujuannya untuk meningkatkan partisipasi investor domestik dalam pembiayaan APBN dan penerbitan SBN ke Bank Indonesia melalui
private placement sesuai SKB III. Luky menjelaskan, ada tiga hal yang mendorong penurunan penerbitan SBN neto.
Pertama, optimalisasi pembiayaan non-utang melalui Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun anggaran 2020.yang tercatat sebesar Rp 234,7 triliun.
Kedua, Bank Indonesia (BI) direncanakan akan membeli SBN sebesar Rp 215 triliun pada kuartal IV-2021 sebagaimana dalam Surat Kesepakatan Bersama (SKB) III yang telah ditandatangani kedua belah pihak.
Ketiga, kinerja pendapat negara yang mulai membaik dibandingkan dengan tahun lalu, yakni mencapai Rp 1.177,6 triliun, tumbuh 13,9% yoy.
Baca Juga: Catat! ORI020 akan mulai dipasarkan pada 4 Oktober 2021 “Dengan turunnya
supply di pasar perdana, dapat menjadi momentum untuk penurunan
yield. Sehingga
cost pembiayaan akan menjadi lebih efisien. SBN ritel masih dapat dioptimalkan dengan memanfaatkan tingginya potensi investor ritel yang akan me-
roll over SBN ritel yang akan jatuh tempo,” jelas dia kepada Kontan.co.id, Jumat (24/9).
Di sisi lain, Luky mengatakan pemerintah tetap
prudent saat menerbitkan SBN di periode akhir tahun ini seperti memantau perkembangan kondisi pasar keuangan. Termasuk rencana
tapering oleh Federal Reserve (The Fed), dampak lanjutan dari kasus China Evergrande yang dapat mengakibatkan peningkatan volatilitas di pasar keuangan domestik. Sentimen tersebut, juga diwaspadai oleh pemerintah untuk pembiayaan utang pada 2022. Dus, beberapa instrumen sudah dipersiapkan oleh pemerintah antara lain mengoptimalkan pembiayaan non utang dan pinjaman program yang merupakan pergeseran dari tahun 2021. Selain itu, partisipasi BI sebagai
backstop pembiayaan (SKB I) serta pembelian BI sesuai SKB III.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi