KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penjualan aset-aset hapus buku perbankan meningkat signifikan sepanjang enam bulan pertama tahun ini dibanding periode yang sama tahun lalu. Alhasil, pendapatan
recovery menjadi salah satu penopang pertumbuhan pendapatan non bunga mereka semester I-2024. PT Bank Tabungan Negara (BTN) misalnya, mencatatkan pendapatan dari recovery aset sebesar Rp 368 miliar pada semester I-2024, naik dari periode sama tahun lalu senilai Rp 185 miliar. Sejalan dengan itu, rasio kredit bermasalah (NPL) BTN per Juni 2024 telah turun ke level 3,1% dari 3,7% pada periode yang sama tahun lalu. Dengan LAR membaik ke level 21,2% dari 23,1% di Juni 2023.
Baca Juga: Bank Lakukan Hapus Buku Demi Rapor Tetap Biru BTN terus melakukan penjualan aset bermasalah pada tahun 2024, baik pada segmen kredit konsumer maupun segmen komersial. Direktur Asset Management BTN Elisabeth Novie Riswanti mengatakan, penjualan aset bermasalah tersebut dilakukan melalui beberapa skema, baik itu melalui lelang hak tanggungan maupun skema penjualan lainnya. Bank BTN juga terus melakukan upaya penjualan, baik melalui portal Rumah Murah BTN agar lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses agunan yang siap dijual. "Sehingga diharapkan penjualan aset bermasalah dapat lebih banyak. Di samping penjualan secara retail, BTN juga berencana melakukan bulk sales di tahun 2024," ucap Elisabeth kepada Kontan.co.id. Bank BTN juga tetap fokus untuk recovery terhadap kredit yang telah dilakukan hapus buku. Elisabeth menegaskan, tren peningkatan penerimaan kredit yang telah dilakukan hapus buku ini akan dipertahankan sampai dengan akhir tahun 2024. Di tahun 2024, Bank BTN menargetkan rasio NPL gross di bawah 3%. Menurutnya, perbaikan bisnis proses penagihan maupun penjualan bulk sales menjadi beberapa inisiatif strategis tahun 2024 untuk menurunkan rasio NPL. Disamping tetap menjalankan beberapa aktivitas penjualan melalui lelang, investor gathering maupun skema penjualan lainnya. Sementara itu, Direktur Keuangan Bank Raya Rustarti Suri Pertiwi menyampaikan, sampai saat ini tren pendapatan recovery Bank Raya terus bertumbuh positif. Sesuai dengan rencana bisnis Bank Raya, sampai dengan akhir Juni 2024, pendapatan recovery Bank Raya mencapai Rp 287 miliar atau tumbuh 180% yoy. Wanita yang akrab disapa Tiwi ini menjelaskan, hal-hal yang mendorong pertumbuhan recovery income diantaranya, Bank Raya terus menjalin komunikasi aktif, baik serta negosiasi dengan debitur untuk mendorong percepatan penyelesaian damai.
Baca Juga: Tren Hapus Buku di Perbankan Meningkat di Semester I-2024 Selain itu, kerjasama yang semakin baik antara Bank Raya dengan KPKNL dalam melakukan lelang, sehingga persentase keberhasilan lelang semakin membaik, juga publikasi informasi lelang Bank Raya yang semakin baik dan mudah diakses oleh Masyarakat sehingga bisa meningkatkan potensi penambahan pendapatan recovery. "Penjualan asset dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku, dengan mayoritas berasal dari segmen Menengah," ungkap Tiwi. Tiwi menjelaskan, dalam penjualan aset Bank Raya melakukan beberapa skema, seperti skema penyelesaian damai melalui komunikasi yang baik dan negosiasi dengan nasabah, skema lelang melalui KPKNL, Kerjasama dengan pihak ketiga maupun skema lainnya. Sampai dengan saat ini skema penyelesaian damai dan skema lelang mendominasi pencapaian recovery. Hingga akhir tahun Bank Raya memproyeksikan bahwa angka
recovery write off masih terus bertumbuh. Namun demikian, hal yang menjadi fokus utama Bank Raya adalah untuk tetap melakukan ekspansi kredit dengan hati-hati, sehingga kualitas kredit akan terus terjaga. Adapun PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mengaku telah menuntaskan penjualan aset bermasalahnya. EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan, penjualan aset memang merupakan salah satu strategi Perseroan dalam mencapai target NPL. "Kami mencatat penjualan aset hingga Juni 2024 sesuai target dan
timeline yang ditetapkan BCA," ujar Hera. Penjualan aset dilakukan dengan cara lelang maupun non-lelang, bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait, dan dilaksanakan sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku. "Pada prinsipnya, BCA optimistis dalam penyaluran kredit ke berbagai sektor dengan mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dengan penerapan manajemen risiko yang disiplin, sehingga kualitas pinjaman tetap terjaga," ungkap Hera. Sebagai informasi, Rasio
loan at risk (LAR) tercatat sebesar 6,4% pada semester I-2024, turun dibandingkan angka setahun lalu yaitu 9%. Rasio pencadangan NPL dan LAR berada pada level yang memadai, masing-masing sebesar 190,2% dan 71,2%.
Baca Juga: NPL Meningkat, Opsi Kebijakan Relaksasi Restrukturisasi KUR Terbuka Lebar Berdasarkan laporan keuangannya, selama periode enam bulan pertama tahun 2024, bank-bank besar lain juga telah membukukan pendapatan recovery dari penjualan aset yang meningkat secara tahunan. Seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) telah mengantongi pendapatan dari recovery aset sebesar Rp 9,6 triliun pada semester I-2024, naik 49,43% secara tahunan (year on year/YoY) dari periode sama tahun lalu Rp 6,6 triliun.
Sejalan dengan itu, rasio NPL BRI terkendali di kisaran 3,05% per Juni 2024, dengan rasio loan at risk (LAR) yang membaik, dari 14,9% pada semester I-2023, menjadi 12,00% pada semester I 2024. Sementara, PT Bank Mandiri Tbk mencatatkan pendapatan dari recovery aset sebesar Rp 3,03 triliun pada semester I-2024. Sementara di semester I-2023 pendapatan dari recovery aset bank Mandiri tercatat sebesar Rp 4,11 triliun. Adapun rasio NPL Bank Mandiri terkendali di kisaran 1,16% per Juni 2024, dari 1,64% pada semester I-2023, dengan rasio loan at risk (LAR) yang membaik menjadi 44,2% pada semester I 2024 dari 48,4% di Juni 2023. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi