Optimalkan tol laut, SCI minta pemerintah fokus pada komoditas di daerah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2019, Kementerian Perhubungan berencana mencabut subsidi biaya pengangkutan yang dilakukan oleh operator perusahaan BUMN dalam Program Tol Laut jika tidak bisa memenuhi standar minimal muatan balik sebesar 30%.

Dalam tiga tahun sejak diimplementasikan pada 2016, Program Tol Laut dinilai belum dapat memacu aktivitas ekonomi luar Jawa yang ditunjukkan dengan volume muatan balik dari kawasan timur yang tetap rendah.

Program Tol Laut dilatarbelakangi disparitas harga yang cukup tinggi antara wilayah barat dan timur Indonesia. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang terpusat di Pulau Jawa mengakibatkan inefisiensi transportasi laut Indonesia karena kekurangan muatan balik dari wilayah-wilayah dengan pertumbuhan ekonomi rendah, terutama di Kawasan Timur Indonesia.


"Jumlah trayek Program Tol Laut pada tahun 2018 sebanyak 15 trayek dengan anggaran sekitar Rp 447,63 juta," ujar Setijadi, Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) dalam siaran pers, Minggu (4/11).

Berdasarkan catatan Supply Chain Indonesia (SCI), jenis barang atau komoditas yang diangkut dalam Program Tol Laut diatur dengan Perpres No. 106 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang di Laut dan direvisi dengan Perpres No. 70 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan.

Perpres No. 70 Tahun 2017 menyebutkan bahwa barang yang diangkut dalam Program Tol Laut meliputi barang kebutuhan pokok dan barang penting, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan jenis barang lain sesuai dengan kebutuhan masyarakat daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan; termasuk ternak dan ikan serta muatan balik yang berasal dari daerah yang disinggahi oleh angkutan barang di laut, darat, dan udara.

Mengacu kepada Perpres No. 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, jenis barang kebutuhan pokok terdiri dari: barang kebutuhan pokok hasil pertanian, barang kebutuhan pokok hasil industri, dan barang kebutuhan pokok hasil peternakan dan perikanan.

"Adapun jenis barang penting terdiri dari: benih (yaitu benih padi, jagung, dan kedelai), pupuk, gas elpiji tiga kilogram, triplek, semen, besi baja konstruksi, dan baja ringan," lanjutnya.

Supply Chain Indonesia (SCI) menganalisis beberapa faktor penyebab Program Tol Laut tidak optimal yang perlu diatasi dengan fokus terhadap komoditas.

Fokus terhadap komoditas diperlukan untuk meningkatkan potensi muatan balik dari Kawasan Timur Indonesia (KTI) maupun daerah-daerah lain yang dilewati Program Tol Laut.

Sebagai contoh, Trayek T-11 (rute Tanjung Perak – Timika – Agats – Marauke – Tanjung Perak) dapat digunakan untuk pengangkutan ikan dari Merauke. Sebagai gambaran, potensi di wilayah tersebut (WPPI 718) sebesar 1.992.730 ton setahun.

"Merauke adalah salah satu dari 12 lokasi Program Sentra Kelautan & Perikanan Terpadu (SKPT) yang dibangun Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2017. Pengembangan SKPT-SKPT lainnya itu juga bisa disinergikan dengan Program Tol Laut, termasuk dalam upaya peningkatan muatan balik," lanjutnya.

Upaya tersebut tepat karena Tanjung Priok (Jakarta) dan Tanjung Perak (Surabaya) adalah pintu keluar kawasan industri di bagian barat dan timur Pulau Jawa yang sebagian produknya dikirim ke KTI dan wilayah-wilayah lainnya.

Di lain sisi, sebagian besar industri pengolahan ikan juga berada di Pulau Jawa, sehingga diperlukan pengangkutan ikan dari KTI dan wilayah-wilayah lain tersebut yang dapat menjadi muatan balik Tol Laut.

Namun, upaya peningkatan muatan balik ini bukan hal mudah yang bisa dicapai dalam waktu cepat. Perlu perencanaan dan implementasi secara sistemik dan sistematis dalam jangka panjang dengan melibatkan banyak pihak terkait.

"Implementasi Program Tol Laut membutuhkan dukungan secara sinergis dari kementerian/lembaga terkait, pelaku usaha, penyedia jasa logistik dan transportasi, hingga pemerintah daerah," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi