Optimistis dan Waspada Kejar Target Penerimaan Pajak 2023



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah ancaman resesi global dan pelemahan daya beli masyarakat, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak masih optimistis untuk mengejar target penerimaan pajak di tahun depan.  Pasalnya, untuk di tahun depan saja perekonomian dunia diperkirakan akan  gelap gulita sehingga akan berefek kepada kinerja ekspor impor di dalam negeri.

Bahkan, World Bank Group President David Malpass menyebut bahwa bank sentral di seluruh dunia telah menaikkan suku bunga dan tren ini diperkirakan akan berlanjut di tahun 2023 dan berpotensi terjadinya perlambatan ekonomi.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan, dalam menentukan target pajak di tahun depan, pemerintah telah menghitung berbagai pertimbangan termasuk berbagai risiko dan ketidakpastian global. Untuk itu, apabila harga komoditas melandai di tahun depan, pihaknya masih optimistis dalam mengejar target penerimaan pajak di tahun depan.


Baca Juga: Ekonom Ini Sebut Pemerintah Belum Siap Terapkan Pajak Karbon Tahun Ini, Mengapa?

"Kita di dalam menyusunkan target kemarin itu sudah memperhitungkan kira-kira nanti kalau harga komoditas sudah tidak lagi setinggi tahun ini, itu sudah dimasukkan di dalam salah satu variabel perhitungan target penerimaan yang akan datang," ujar Yon saat menjawab pertanyaan Kontan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Selasa (4/10).

Asal tahu saja, penerimaan pajak pada tahun depan ditargetkan sebesar Rp 1.718 triliun yang terdiri dari penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas yang ditargetkan sebesar Rp 61,4 triliun, PPh non migas Rp 873,6 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Rp 743 triliun, dan Pajak Bumi dan Bangunan Rp 31,3 triliun dan pajak lainnya Rp 8,7 triliun.

Dari sisi optimisme, Yon mengatakan bahwa hal tersebut tercermin dari PMI Manufaktur yang masih ekspansif mencapai 53,7 pada bulan September, naik dari 51,7 pada posisi Agustus 2022. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja sektor manufaktur masih cukup baik sehingga dapat mendorong penerimaan negara yang tidak hanya berpangku pada harga komoditas.

"Artinya apa, sampai dengan saat ini PMI itu kan ekspansif, orang masih confident, maksud saya nanti di tahun depan variabel penerimaan kan tidak hanya tergantung kepada commodity price saja, sama juga tahun ini," ungkap Yon.

Adapun penerimaan pajak hingga 31 Agustus 2022 telah mencapai Rp 1.171,8 triliun. Jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2021, penerimaan pajak meningkat 58,1% sebesar Rp 741,3 triliun.  Hanya saja Yon mengakui bahwa penerimaan pajak di tahun depan tidak akan setinggi pencapaian di periode Agustus 2022.

Baca Juga: Rayakan Hari Jadi Ke-7, OnlinePajak Hadirkan Layanan Terbaik Bagi Wajib Pajak

"Kita masih tumbuh 58%, yang mungkin kita perkirakan tidak akan tumbuh sekitar 58%, karena kan 58% ini basisnya sudah sangat tinggi ya, nanti kita lihat," kata Yon.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utama mengatakan, pihaknya akan semaksimal mungkin untuk mengejar target tersebut. Hal ini lantaran dalam menetapkan target tersebut, pemerintah sudah menghitungkan berbagai ekspektasi dan hal-hal lainnya.

"Kita usahakan semaksimal mungkin. Untuk menerapkan target ya kita pasti menghitung ekspektasi dan segala macam, kalkulasi pasti ada, yang namanya target itu kan sesuatu yang akan kita dapat," ujar Suryo dalam Media Briefing: Kinerja Penerimaan Pajak Hingga Agustus 2022, Selasa (4/10).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi