Optimistis krisis reda, 2013 ekonomi bangkit



JAKARTA. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yakin badai krisis pasti berlalu. Menteri Keuangan Agus Martowardojo maupun Gubernur BI Darmin Nasution optimistis pada 2013 mendatang bakal menjadi momen kebangkitan ekonomi dunia.

BI memprediksi kondisi ekonomi global pada tahun 2013 lebih cerah. Dus, dalam perkiraan BI, tahun 2013 nanti ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 6,4% - 6,8%. Darmin Nasution berharap, penyelesaian krisis Eropa mengalami kemajuan pada paruh kedua tahun ini. Perbaikan ini akan menjadi sinyal positif bagi perbaikan pertumbuhan ekonomi global 2013.

Alhasil, permintaan di pasar global bisa menguat sehingga bisa membangkitkan kinerja ekspor nasional yang lunglai tahun ini. "Dengan perkembangan tersebut, kami perkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2013 ada di kisaran 6,4% - 6,8%," kata Darmin, Selasa (29/5).


Agus Martowardojo juga optimistis secara umum kondisi ekonomi tahun depan akan lebih baik ketimbang tahun ini. Ini ditandai oleh membaiknya kondisi ekonomi di Eropa yang pada tahun ini mengalami resesi. "Tahun 2013 nanti kondisi ekonomi Eropa sudah akan lebih baik," ungkapnya.

Selama tahun 2012 ini, Agus bilang, kawasan Eropa dan Amerika tengah berupaya melakukan penyehatan ekonominya, sehingga tahun depan kondisinya akan lebih baik.

Risiko masih besar

Toh begitu, Darmin mengakui, perlambatan ekonomi global tahun ini masih berisiko tinggi terhadap prospek ekonomi nasional terutama dari sisi ekspor. Kinerja ekspor yang melambat sejak kuartal III tahun 2011 dan berlanjut hingga kuartal I 2012 membuat pertumbuhan ekonomi 2012 rentan terganggu. Makanya, BI memperkirakan, pertumbuhan ekonomi 2012 akan ada di batas bawah proyeksi BI, 6,3% - 6,7%.

Ketidakpastian ekonomi global juga menyebabkan nilai tukar tukar rupiah terjerembab. Kemarin, kurs tengah BI menyentuh Rp 9.475 /US$. Darmin bilang, tekanan terhadap rupiah karena keluarnya arus modal asing dari pasar domestik dan tingginya tekanan impor.

Menurut catatan Kementerian Keuangan, kepemilikan asing di surat berharga negara (SBN) merosot hingga Rp 5,86 triliun sepanjang Mei 2012. Tapi, angka ini masih lebih rendah bila dibandingkan aksi jual asing pada September 2011 yang mencapai Rp 29,3 triliun. "Kami harapkan kondisi ini bisa segera membaik," terang Agus.

Untuk ikut meredam gejolak rupiah, Agus menegaskan "Pemerintah akan meminta BUMN yang memiliki kebutuhan valas dengan jumlah besar untuk bisa mengatur perencanaan lebih baik. Nanti kami siapkan dananya melalui BI," ujarnya.

Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto menambahkan, pelarian modal asing bukan berarti terjadi kepanikan di pasar. "Tidak ada panic selling. Dalam situasi yang tidak menentu, investor memang akan mengamankan posisinya, dan ini wajar saja," ungkapnya.

Investor melakukan antisipasi dengan melakukan diversifikasi instrumen investasi yang mereka anggap lebih aman pada saat krisis. Bahkan, ada sebagian investor yang lebih nyaman memegang dana tunai dalam kondisi seperti ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini