Orang tua masih khawatir anak belajar di sekolah? Ini kata Mendikbud Nadiem Makarim



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Orang tua yang punya anak siswa sekolah di level Pendidikan Anak Usia Dini, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah Atas dan sederajat tak perlu khawatir dengan rencana pemerintah membolehkan proses belajar mengajar tatap muka di sekolah.

Sebab, pemertah tetap memegang prinsip keselamatan bagi siswa, guru, dan keluarga siswa nomor satu di saat pandemi virus corona Covid-19 seperti sekarang ini.

Karena itulah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim menegaskan, meskipun sekolah sudah diperbolehkan untuk mengadakan proses belajar mengajar secara tatap muka, setiap siswa yang datang mengikuti belajar sekolah harus mendapatkan izin secara tertulis dari orang tua.


Jika orang tua merasa belum nyaman dan tidak mengizinkan anaknya untuk belajar tatap muka di sekolah, maka sekolah harus mengizinkan siswa tersebut untuk tetap belajar di rumah.

Seperti kita tahu, pemerintah memutuskan hanya membolehkan wilayah zona hijau menggelar belajar mengajar di sekolah.

Hal ini ditegaskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim dalam jumpa pers secara daring Senin (15/6). "Dalam situasi sekarang yang terpenting kesehatan dan keselamatan murid guru dan orang tua," kata Nadiem.

Nadiem Makarim menjelaskan, relaksasi pembukaan sekolah dilakukan dengan cara paling konservatif, dan cara terpelan untuk membuka sekolah sehigga mengutamakan kesehatan masyarakat.

"Memang banyak yang dikorbankan saat belajar dari rumah, kualitas belajar di korbankan dan kualitas belajar daring tidak sama dan sebagian masih ada kesulitan," katanya. Nadiem menegaskan, sikap Kemdikbud saat ini adalah mengutamakan kesehatan dan keselamatan siswa," katanya.

Karena itulah tahun ajaran baru tetap dimulai pada Juli 2020. Karena itu Jadwal tahun ajaran baru tidak berdampak pada metode apakah daring atau tatap muka di sekolah. "Kami tdak mengubah kalender pembelajaran," katanya.

Menurut Nadiem Makarim, untuk daerah dengan zona kuning, oranye, dan merah, akan di buat oleh Gugugs Tugas dilarang melakukan pembelajaran tatap muka. Saat ini zona merah, kuning dan oranye merepresentasikan sebanyak 94% sekolah di Indonesia.

"Jadi 94% masih belajar dari rumah sedangkan 6% di zona hijau diperbolehkan seizin Pemerintah Daerah untuk melakukan belajar tatap muka tapi dengan protokol sangat ketat," katanya.   Adapun Nadiem memberikan kriteria belajar tatap muka dengan catatan

  • 1. Zona hijau yang ditetapkan oleh gugus tugas.
  • 2. Pemda harus memberikan izin pembukaan sekolah.
  • 3. Sekolah telah memenuhi semua checklist pembelajaran tatap muka.
"Jika tiga langkah tersebut dijalankan sekolah boleh belajar tatap muka. Ditambah adanya surat izin dari orang tua murid harus setuju anak siswa belajar ke sekolah," katanya.

Nadiem menegaskan sekolah tidak bisa memaksa murid yang orang tuanya tidak memberikan izin untuk belajar di sekilah sehingga mereka tetap diperbolehkan untuk belajar dari rumah.

"Zona hijau bisa makin besar dan mengecil. Untuk sekolah yang sudah memenuhi syarat melakukan persiapan mana jenjang yang boleh masuk belajar mengajar di sekolah," katanya.

Sekolah yang diperbolehkan secara bertahap adalah; Pada tahap pertama, hanya diperkenankan kegiatan belajar mengajar tatap muka untuk SMA, SMK, MA, MAK, dan SMP MTS dan SMPK

Tahap kedua, SD harus menunggu dua bulan lagi setelah status zona hijau di satu wilayah. "Setelah dua bulan hijau baru boleh SD dan SLB dibuka,"katanya.

Sementara PAUD baru dibuka bulan kelima setelah zona hijau. "Kami sudah menerima masukan dari pemangku kepentingan sehingga ini cara paling aman untuk menjaga keselamatan," katanya.

Pertimbangan Nadiem makarim jenjang paling bawah seperti PAUD dilakukan terakhir karena sulit melakukan social distancing. Selain itu sekolah berasrama belum diperbolehkan untuk buka hingga masa new normal.

Pada kesempatan itu Nadiem juga menjelaskan lima check list yang harus dipenuhi oleh sekolah sebelum beroperasi adalah

  1. Hand sanitizer dan tempat cuci tangan
  2. Ada akses ke fasilitas kesehatan
  3. Menggunakan masker
  4. Sekolahn menyiapkan thermogan
  5. Protokol kesehatan kalau ada keluarga sakit flu dilarang masuk sekolah.
Selain itu, guru yang punya risiko kormobit disarankan tidak masuk dulu baik diabetes dan darah tinggi dan lain-lain.

"Mulai sekarang sekolah harus berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat," kata Nadiem.

Aturan lain yang harus di laksanakan oleh sekolah pada dua bulan perama setelah diperbolehkan beroperasi adalah kapasitas maksimal 18 murid atau kapasitas setengah (50%) dari kapasitas normal. 

"Karena itu sekolah harus melakukan proses shifting. Sihiftingnya bebas apakah secara harian, mingguan, dan berdasarkan angkatan kelas silakan. Tapi maksimal 18 orang dalam satu kelas," katanya. 

Sementara di Sekolah Luar Biasa (SLB) maksimal 5 peserta didik per kelas.  Adapun di Paud maksimal 5 peserta didik per kelas. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Syamsul Azhar