KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembatasan operasional truk sumbu tiga selama 11 hari pada masa Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru) dinilai berpotensi menghambat arus logistik nasional. Padahal, sektor transportasi dan logistik memegang peranan penting dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia. Melalui SKB bernomor KP-DRJD 6064/2025, HK.201/11/19/DJPL/2025, 104/KPTS/Db/2025, dan Kep/230/XI/2025, pemerintah membatasi pergerakan truk sumbu tiga atau lebih, termasuk truk dengan kereta gandengan/tempelan serta kendaraan pengangkut galian, tambang, dan bahan bangunan. Pembatasan diberlakukan pada 19–20 Desember 2025, 23–28 Desember 2025, dan 2–4 Januari 2026. Pada periode tersebut, kendaraan hanya boleh melintas di jalur arteri pada pukul 22.00–05.00.
Ketua Divisi Angkutan Barang DPP Organda sekaligus Ketua DPW Organda Khusus Tanjung Perak, Kody Lamahayu Freddy, menilai kebijakan itu akan mengganggu kelancaran logistik. “Logistik kita pasti terhambat, apalagi pembatasannya sampai 11 hari. Itu sama saja tidak memberi kesempatan bagi aktivitas impor-ekspor untuk berjalan normal,” ujar Kody dalam keterangannya, Kamis (11/12/2025).
Baca Juga: Eksportir Minta Larangan Melintas Truk Sumbu Tiga Saat Nataru Tak Lebih Tujuh Hari Kody mengingatkan bahwa Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya telah menegaskan pentingnya sektor logistik dalam menopang pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Ia menyebut bahwa pada periode 2020–2024, biaya logistik ekspor tercatat tumbuh 20%, sementara rasio PDB barang meningkat dari 4,59% menjadi 6,64%. Kody mempertanyakan bagaimana biaya logistik dapat ditekan jika kebijakan pemerintah justru menghambat pergerakan truk, serta menilai aturan tersebut bertolak belakang dengan upaya meningkatkan daya saing. Ia juga menyoroti bahwa pembatasan serupa terus berulang dalam tiga hingga empat tahun terakhir, sehingga memberi kesan bahwa sektor impor-ekspor kurang mendapatkan perhatian. Menurutnya, langkah pemerintahan baru yang meniru kebijakan sebelumnya terasa mengherankan karena impor-ekspor perlu tetap berjalan demi mendukung aktivitas ekonomi.
Baca Juga: Pelaku Industrial Minta Larangan Truk Sumbu 3 saat Nataru Dipersingkat Meski demikian, Organda memastikan tetap beroperasi untuk menjaga kelancaran kegiatan logistik. Kody menilai bahwa penghentian operasi selama 11 hari akan berdampak besar pada pelaku impor-ekspor dan menilai kebijakan tersebut belum mempertimbangkan kondisi sopir truk. Ia menyampaikan kekhawatiran bahwa sopir yang tidak bekerja selama 11 hari akan kesulitan memenuhi kebutuhan rumah tangga. Kody juga menambahkan bahwa selama ini tidak ada subsidi yang diberikan kepada sopir maupun pelaku logistik ketika pembatasan operasi diterapkan pada musim libur keagamaan. Ia mempertanyakan alasan pemerintah meminta sopir berhenti bekerja tanpa memberikan dukungan apa pun. Menurutnya, sebagian besar sopir truk tidak merayakan Natal dan Tahun Baru, sehingga penghentian operasi justru membuat mereka kehilangan pendapatan.
Adapun toleransi operasi pada pukul 22.00–05.00 dinilainya tidak efektif. Ia menilai durasi operasi lima jam tidak mungkin cukup untuk mengejar ketertinggalan waktu pengiriman dan justru berpotensi menimbulkan penumpukan truk di jalan. Karena itu, Kody menegaskan bahwa aktivitas logistik idealnya harus berjalan selama 24 jam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News