JAKARTA. Ketua Unit Taksi DPD Organda DKI Jakarta, Siburian, mengapresiasi kebijakan Pemprov DKI Jakarta dalam penyesuaian tarif taksi akibat adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)."Tapi, saya nilai kenaikannya sedang-sedang saja, hanya 16%-20%. Dan saya rasa itu lebih tepat jika disebut penyesuaian tarif, bukan kenaikan. Karena pada dasarnya kan sama saja. Tarif naik, cost untuk kebutuhan bahan bakar juga naik," ujarnya kepada Warta Kota, Senin (16/7).Kenaikan sebesar itu, kata Siburian, sebenarnya belum ideal jika diaplikasikan pada kondisi saat ini. Ia pun berpandangan, seharusnya dalam penentuan penyesuaikan tarif taksi, juga melihat beberapa aspek lain, tidak sekadar naiknya harga BBM saja."Sebenarnya kenaikan itu kurang maksimal karena logikanya kan kita tidak hanya melihat dari kenaikan satu komponen saja. Tidak hanya BBM, tapi kenaikan juga terjadi pada komponen lain, seperti UMP, kenaikan suku cadang, harga mobil dan sebagainya. Kenaikan ideal, harusnya sekitar 30%. Atau hitung saja besaran inflasi selama lima tahun terakhir. Kalau pemerintah menetapkan inflasi tiap tahun, misalnya, rata-rata 6%, jika dikalikan lima tahun saja sudah 30%. Tapi kita tetap menghargai penetapan tarif terbaru ini," urainya.Siburian mengaku saat ini dirinya belum tahu persis besaran kenaikan tarif para perusahaan di DKI Jakarta. "Kalau di lapangan tergantung kebijakan perusahaan masing-masing. Mungkin tidak serempak karena tiap armada kan mesti menyeting ulang argonya. Dan itu butuh waktu juga," kata dia."Sedangkan akibat dari kenaikan tarif, efek kepada penumpang pasti ada. Tapi saya kira tidak begitu signifikan atau tidak seberapa. Karena penumpang taksi kan berasal dari golongan menengah ke atas. Saat ini mungkin belum terlalu kelihatan efeknya dan itu masih perlu diuji lagi," ungkapnya. (Tribunnews.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Organda sebut Kenaikan tarif taksi idealnya 30%
JAKARTA. Ketua Unit Taksi DPD Organda DKI Jakarta, Siburian, mengapresiasi kebijakan Pemprov DKI Jakarta dalam penyesuaian tarif taksi akibat adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)."Tapi, saya nilai kenaikannya sedang-sedang saja, hanya 16%-20%. Dan saya rasa itu lebih tepat jika disebut penyesuaian tarif, bukan kenaikan. Karena pada dasarnya kan sama saja. Tarif naik, cost untuk kebutuhan bahan bakar juga naik," ujarnya kepada Warta Kota, Senin (16/7).Kenaikan sebesar itu, kata Siburian, sebenarnya belum ideal jika diaplikasikan pada kondisi saat ini. Ia pun berpandangan, seharusnya dalam penentuan penyesuaikan tarif taksi, juga melihat beberapa aspek lain, tidak sekadar naiknya harga BBM saja."Sebenarnya kenaikan itu kurang maksimal karena logikanya kan kita tidak hanya melihat dari kenaikan satu komponen saja. Tidak hanya BBM, tapi kenaikan juga terjadi pada komponen lain, seperti UMP, kenaikan suku cadang, harga mobil dan sebagainya. Kenaikan ideal, harusnya sekitar 30%. Atau hitung saja besaran inflasi selama lima tahun terakhir. Kalau pemerintah menetapkan inflasi tiap tahun, misalnya, rata-rata 6%, jika dikalikan lima tahun saja sudah 30%. Tapi kita tetap menghargai penetapan tarif terbaru ini," urainya.Siburian mengaku saat ini dirinya belum tahu persis besaran kenaikan tarif para perusahaan di DKI Jakarta. "Kalau di lapangan tergantung kebijakan perusahaan masing-masing. Mungkin tidak serempak karena tiap armada kan mesti menyeting ulang argonya. Dan itu butuh waktu juga," kata dia."Sedangkan akibat dari kenaikan tarif, efek kepada penumpang pasti ada. Tapi saya kira tidak begitu signifikan atau tidak seberapa. Karena penumpang taksi kan berasal dari golongan menengah ke atas. Saat ini mungkin belum terlalu kelihatan efeknya dan itu masih perlu diuji lagi," ungkapnya. (Tribunnews.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News