JAKARTA. Undang-Undang (UU) No 12/ 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti) yang memberikan ruang otonomi kampus dituding sebagai bibit kelahiran liberalisasi dan komersialisasi pendidikan di Indonesia. Imbasnya, pendidikan menjadi mahal dan rakyat kecil sulit mengakses universitas berkualitas. Realita inilah yang mendorong Forum Peduli Pendidikan (FPP) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas (Unand) mengajukan uji materi sejumlah pasal dalam UU Dikti. Antara lain, pasal 64 yang mengatur tentang otonomi pengelolaan non-akademik seperti bidang keuangan. Rabu (20/2), Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang judicial review UU Dikti dengan meminta keterangan dari pihak termohon yakni pemerintah. Sidang keenam menjelang putusan tersebut menghadirkan saksi ahli Anwar Arifin.
Otonomi perguruan tinggi digugat di MK
JAKARTA. Undang-Undang (UU) No 12/ 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti) yang memberikan ruang otonomi kampus dituding sebagai bibit kelahiran liberalisasi dan komersialisasi pendidikan di Indonesia. Imbasnya, pendidikan menjadi mahal dan rakyat kecil sulit mengakses universitas berkualitas. Realita inilah yang mendorong Forum Peduli Pendidikan (FPP) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas (Unand) mengajukan uji materi sejumlah pasal dalam UU Dikti. Antara lain, pasal 64 yang mengatur tentang otonomi pengelolaan non-akademik seperti bidang keuangan. Rabu (20/2), Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang judicial review UU Dikti dengan meminta keterangan dari pihak termohon yakni pemerintah. Sidang keenam menjelang putusan tersebut menghadirkan saksi ahli Anwar Arifin.