JAKARTA. Pengelola Bursa Efek Indonesia (BEI) terus mengawasi secara ketat transaksi
repurchase agreement (repo) di bursa saham. Kondisi pasar yang tak menentu berpotensi membuat nilai efek yang digadaikan menyusut. "Semua transaksi repo terus kami perhatikan. Tapi sejauh ini, kami belum menerima laporan kewajiban
top-up atau
default," ujar Direktur Perdagangan dan Keanggotaan BEI, Samsul Hidayat, Senin (10/9). Menurut dia, saat bursa saham bergejolak beberapa waktu terakhir, fluktuasi harga tidak terlalu tajam. Sehingga naik turunnya harga saham relatif stabil. Nilai transaksi repo per hari pun tidak berubah, sekitar Rp 2 triliun.
Saham yang sering dijadikan obyek gadai antara lain saham-saham milik Grup Bakrie. Ambil contoh, saham PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), PT Bakrieland Development Tbk (ELTY), serta saham PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL). Sejak Juli 2012, pergerakan harga saham UNSP cenderung melandai, dari kisaran Rp 200 per saham menjadi Rp 129 per saham pada penutupan transaksi kemarin. Saham ENRG pun demikian, yakni terkikis dari sekitar Rp 120 per saham menjadi hanya Rp 87 per saham pada penutupan kemarin. Kondisi serupa juga dialami oleh saham ELTY dan BTEL. Harga saham ELTY, bahkan, mentok senilai Rp 50 per saham pada perdagangan kemarin. Padahal di awal semester kedua tahun ini, harga ELTY sempat menyentuh level Rp 78 per saham. Sedangkan pergerakan saham BTEL di awal Juli 2012 sempat di posisi Rp 197 per saham. Namun pada penutupan kemarin, harga sahamnya anjlok ke level Rp 125 per saham. Salah satu emiten yang rajin melakukan repo adalah PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR). Induk usaha Grup Bakrie itu menggadaikan saham-saham anak usahanya untuk meraih pendanaan jangka pendek. Ketika dikonfirmasi apakah BNBR terkena kewajiban menambah nilai jaminan, Direktur Keuangan BNBR Eddy Soeparno enggan berikomentar. "
No comment dulu ya (mengenai hal itu)," tutur dia. Laporan keuangan BNBR per akhir Juni 2012 menyebutkan, total utang repo perseroan mencapai Rp 466,21 miliar. Dalam kurun waktu tiga bulan, BNBR melakukan penyelesaian utang repo dan penarikan utang repo baru. Nilai penarikan utang repo lebih besar dibandingkan nilai penyelesaiannya. Oleh karena itu, nilai utang repo BNBR bertambah. Per akhir Maret 2012, utang repo BNBR tercatat hanya Rp 425,05 miliar. Manajemen BNBR melakukan transaksi repo baru kepada Purple Rain Resources Ltd pada 11 Juni 2012 dengan nilai transaksi Rp 112,41 miliar. BNBR menggadaikan saham ENRG dan UNSP masing-masing 123,3 juta saham dan 606,99 juta saham. Sekadar informasi, repo merupakan salah satu cara mencari pembiayaan di pasar dengan menggadaikan efek tertentu kepada pihak lain. Pihak yang memperoleh pinjaman berkomitmen membeli kembali efek yang digadaikan itu pada waktu dan harga tertentu. Efek yang direpokan biasanya berbentuk saham maupun obligasi.
Jika harga efek mengalami penurunan, maka pihak penggadai harus melakukan
top-up senilai selisih harga terakhir dengan harga awal. Jika hal itu tidak dilakukan, maka efek yang menjadi obyek repo akan mengalami gagal bayar alias default.
Fund Manager Sinarmas Asset Management, Jeffrosenberg Tan, berpendapat, pada dasarnya investor pemegang repo memiliki beberapa keuntungan. Misalnya, investor bisa memperoleh bunga dari pihak yang menggadai. "Investor juga bisa menyerap saham repo sebelum berinvestasi langsung di saham itu," kata dia. Jadi, investor bisa menganalisa kinerja suatu saham terlebih dulu dalam kurun waktu tertentu. Besarnya bunga repo tergantung kesepakatan kedua pihak. Tapi, masalah akan timbul ketika harga saham yang digadaikan turun. Jika penggadai tak mampu
top-up, maka saham itu akan default. "Untuk kondisi IHSG saat ini, rasanya belum terlalu riskan bagi para pemegang saham repo," ungkap Jeff. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sandy Baskoro