Otot harga nikel masih bisa kekar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga nikel kembali mengukir level tertinggi sejak Juni 2015 ke level US$ 12.920 per metrik ton. Logam industri ini kian melonjak ditengah tingginya permintaan mobil listrik. Analis memperkirakan trend positif tersebut akan bertahan hingga akhir November.

Mengutip Bloomberg, pada penutupan perdagangan Senin (6/11) harga nikel kontrak pengiriman tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) naik 1,53% ke level US$ 12.920 per metrik ton. Sedangkan jika dibandingkan dengan sepekan sebelumnya penguatannya sudah mencapai 10,66%.

“Sekarang ini komoditas memang sedang bagus-bagusnya karena manufaktur China tengah membaik," ujar Ibrahim, Direktur Garuda Berjangka kepada KONTAN.CO.ID, Selasa (7/11).


Ditambah lagi menurut Ibrahim saat ini kondisi cuaca kawasan Asia Tenggara yang sudah memasuki musim hujan. Ditengah tingginya permintaan kondisi cuaca cukup mengganggu aktivitas di beberapa tambang nikel. Produsen nikel berpusat di Indonesia dan Filipina.

Meski produksi nikel dari Indonesia diproyeksi melonjak, tetapi ia menyakini hal itu masih belum berpengaruh.  Lantaran rencana investor asal China, PT Virtue Dragon Nickel Industry yang ingin membangun pabrik pemurnian (smelter) nikel di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara baru punya pengaruh untuk jangka panjang. Harga nikel baru bisa  sedikit tertekan di bulan Desember ketika Bank Sentral AS mengerek suku bunga acuan.

"Sampai November masih akan menguat karena China masih mengurangi produksi tambang hampir mencapai 50%," imbuhnya.

Secara teknikal saat ini semua indikator masih mengindikasikan penguatan harga. Bollinger band dan moving average (MA) 60% berada diatas bollinger bawah. Kemudian stochastic dan moving average convergence divergence (MACD) di level 60%. Kemudian indikator stochastic berada di level 60%.

Untuk Rabu (8/11) harga nikel diperkirakan akan berada di rentang US$ 12.875 – US$ 12.950 per metrik ton. Sedangkan untuk sepekan berikutnya diperkirakan bisa melanjutkan penguatan pada kisaran US$ 12.055 – US$ 13.000 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon