Otot rupiah menentukan arah pasar surat utang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi Indonesia berpotensi merasakan dampak positif dari kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI 7-day repo rate (7-DRR) walau tidak signifikan. Sebab, di saat yang sama, banyak sentimen negatif yang mempengaruhi pasar obligasi.

Fund Manager Capital Asset Management Desmon Silitonga mengatakan, pengaruh kenaikan BI 7-DRR relatif hanya sesaat bagi pasar obligasi Indonesia. Terlebih lagi, BI hanya menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps). "Kenaikan suku bunga acuan BI lebih ke arah menjaga ketahanan rupiah sekaligus menjaga spread dengan suku bunga acuan AS," jelas dia kepada KONTAN, Kamis (17/5).

Di samping itu, tekanan yang melanda pasar obligasi Indonesia masih besar, terutama dari tren kenaikan yield US Treasury tenor 10 tahun yang menembus level 3%, sehingga menekan harga surat utang negara (SUN). Kenaikan tersebut tak lepas dari kombinasi ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS dan pergerakan harga komoditas.


Desmon memprediksi, tekanan eksternal masih akan berpengaruh besar terhadap pasar obligasi Indonesia hingga akhir Juni mendatang.

Peluang rebound

Sementara itu, analis Fixed Income Fund MNC Sekuritas I Made Adi Saputra menilai, kenaikan suku bunga acuan sejatinya tidak terlalu berpengaruh terhadap yield SUN. Menurut dia, dengan atau tanpa kenaikan BI 7-DRR, tren kenaikan yield SUN sulit dihindari.

Dia pun menyebut, dampak positif dari kenaikan BI 7-DRR terhadap pasar obligasi Indonesia baru akan terwujud jika kebijakan tersebut berpengaruh pada rupiah. "Kalau rupiah bisa menguat dalam beberapa hari ke depan pasca kenaikan suku bunga BI, itu pertanda bagus buat pasar obligasi," ungkap Made.

Efek naiknya BI-7DRR terhadap rupiah dinilai krusial. Sebab, jika rupiah menguat, peluang masuknya kembali dana dari investor asing ke pasar obligasi akan terbuka lebar. Sebab, investor asing sendiri selama ini tergolong sensitif terhadap pelemahan nilai tukar rupiah.

Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, sepanjang Mei investor asing telah melakukan aksi jual di pasar obligasi sebanyak Rp 19,39 triliun hingga Rabu (16/5). Sehingga kepemilikan asing di SBN pada saat itu berada di level Rp 827,25 triliun.

Desmon menambahkan, walau tekanan eksternal masih akan mengancam hingga semester I-2018 berakhir, masuknya Indonesia dalam indeks agregat global pada bulan Juni dapat menjadi katalis positif bagi pasar obligasi dalam negeri. "Indonesia akan semakin diperhatikan secara global sehingga potensi masuknya investor asing kian terbuka," papar dia.

Desmon optimistis selepas kuartal II-2018, pasar obligasi Indonesia berpeluang rebound. Dengan catatan, The Federal Reserves tetap dengan rencana awalnya, yaitu menaikkan suku bunga acuan maksimal dua kali lagi.

Tapi, karena rupiah terus turun, yield SUN 10 tahun akan sulit kembali ke 6,2%. Menurut Desmon, yield SUN 10 tahun cukup realistis berada di level 6,5%-6,7% pada akhir tahun mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati