JAKARTA. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi terbukti mujarab mengerem defisit neraca perdagangan yang menjadi problem laten selama ini. Lihat saja, kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, tahun lalu defisit neraca dagang Indonesia turun 53,9% menjadi US$ 1,88 miliar, dari US$ 4,08 miliar di tahun 2013. Bahkan neraca dagang Desember surplus US$ 186,8 juta. Memang, defisit hasil ekspor dan impor minyak dan gas meningkat 3,87% menjadi US$ 13,13 miliar. Namun, kenaikan defisit tersebut akibat ekspor minyak dan gas Indonesia turun sekitar US$ 2,3 miliar. Nah, secara umum, kondisi makro ekonomi juga membaik. Misalnya, harga barang mulai turun, dan neraca dagang non-migas surplus. Sayang, angin segar ini belum mampu menopang rupiah.
Otot rupiah perlu perhatian ekstra
JAKARTA. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi terbukti mujarab mengerem defisit neraca perdagangan yang menjadi problem laten selama ini. Lihat saja, kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, tahun lalu defisit neraca dagang Indonesia turun 53,9% menjadi US$ 1,88 miliar, dari US$ 4,08 miliar di tahun 2013. Bahkan neraca dagang Desember surplus US$ 186,8 juta. Memang, defisit hasil ekspor dan impor minyak dan gas meningkat 3,87% menjadi US$ 13,13 miliar. Namun, kenaikan defisit tersebut akibat ekspor minyak dan gas Indonesia turun sekitar US$ 2,3 miliar. Nah, secara umum, kondisi makro ekonomi juga membaik. Misalnya, harga barang mulai turun, dan neraca dagang non-migas surplus. Sayang, angin segar ini belum mampu menopang rupiah.