KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Periode kuartal IV-2021 diproyeksikan menjadi periode yang cerah bagi pasar modal Indonesia. Sentimen seperti
tapering yang sudah diantisipasi, serta potensi pemulihan ekonomi akan jadi faktor utama yang mendongkrak kinerja instrumen investasi pada sisa tahun ini. Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Freddy Tedja mengatakan,
tapering yang akan dilakukan The Fed kemungkinan akan terlihat semakin jelas di kuartal keempat tahun ini. Selain itu, kenaikan bunga The Fed diproyeksikan akan maju lebih cepat dan terjadi di tahun 2022, menjadi 0,50%. Menurutnya, pelaku pasar sudah cukup mengantisipasi sinyal tepering dan perubahan suku bunga acuan tersebut. Di satu sisi, di kawasan Asia, pertumbuhan ekonominya diperkirakan akan mengalami normalisasi di paruh kedua tahun ini. Namun, normalisasi ini dinilai jadi kondisi yang menarik bagi para investor.
Freddy menuturkan, normalisasi tersebut membuat valuasi pasar saham Asia kembali menarik. Pasalnya, di paruh pertama, valuasinya sempat melonjak tinggi sejalan dengan lonjakan pertumbuhan ekonomi. Sementara saat ini, valuasi pasar saham kawasan Asia telah kembali turun berada di kisaran rata-rata 5 tahun. “Ini level yang atraktif bagi investor. Apalagi untuk kawasan ASEAN, inflasi yang masih rendah dan terkendali belum menimbulkan tekanan bagi bank sentral untuk melakukan pengetatan kebijakan yang menjadikan kondisi ini suportif bagi pasar saham,” kata Freddy dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/10).
Baca Juga: Dana kelolaan industri reksadana naik Rp 9,23 triliun pada September 2021 Sementara dari dalam negeri, kondisi fundamental juga makin membaik. Mulai dari penurunan angka kasus Covid-19 yang membuat pelonggaran aktivitas masyarakat dapat dilakukan, dan potensi pemulihan ekonomi domestik semakin terbuka. Lalu stabilitas makro ekonomi, terutama eksternal, yang terus diperkuat dapat memberikan dukungan yang baik untuk mengantisipasi Fed tapering. Hal ini tercermin dari cadangan devisa yang meningkat, inflasi yang terkendali, dan pertumbuhan neraca perdagangan yang masih baik. Pada akhirnya, hal tersebut diharapkan dapat menjaga volatilitas rupiah jelang
tapering The Fed. Lebih lanjut, beberapa indikator utama seperti indeks keyakinan konsumen, penjualan ritel, penjualan properti, dan sektor manufaktur diperkirakan akan meningkat dalam beberapa bulan mendatang, menyusul pelonggaran aktivitas di kuartal IV-2021. Dengan berbagai kondisi tersebut, Freddy meyakini, ke depan pasar obligasi akan lebih kuat dalam menghadapi perubahan sentimen global. Hal ini tercermin dari kinerja obligasi Indonesia yang membukukan kinerja yang lebih baik dalam menghadapi rencana Fed tapering di mana sepanjang tahun berjalan sampai akhir September indeks pasar obligasi Indonesia menguat 3,9%. “Inflasi yang terkendali, pengelolaan fiskal yang baik, dan tingginya likuiditas domestik membantu penguatan pasar obligasi Indonesia yang diperkirakan masih akan terus berlanjut hingga akhir tahun,” terang Freddy. Sementara untuk pasar saham, ia menilai, antusiasme dan optimisme para pelaku pasar terhadap pemulihan aktivitas domestik mulai terlihat pada pergerakan pasar saham domestik. Sepanjang tahun berjalan hingga akhir kuartal ketiga 2021, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 5,1%. “Pemulihan sentimen yang ditopang oleh katalis positif (meningkatnya vaksinasi, kenaikan harga komoditas, stabilitas rupiah, dan perbaikan earnings perusahaan) diharapkan dapat mendorong pergerakan pasar saham Indonesia ke depannya,” imbuh Freddy. Lebih lanjut, Freddy menyebut, investor dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk masuk atau menambah porsi kepemilikannya di reksadana pendapatan tetap maupun reksadana saham, tentu disesuaikan dengan profil risiko masing-masing.
Sebagai gambaran, reksadana Manulife Obligasi Unggulan Kelas A mampu memberikan imbal hasil 1 tahun sebesar 6,90% pada periode akhir September 2020 hingga akhir September 2021, melampaui tolok ukurnya, yakni rata-rata bunga deposito 3 bulan (net setelah pajak) yang sebesar 3,97%. Sementara pada periode yang sama, reksadana Manulife Saham Andalan (MSA) memberikan imbal hasil 1 tahun sebesar 74,79%, jauh melampaui tolok ukurnya (indeks IDX80) yang sebesar 21,05%. “Menjelang akhir tahun, masih ada potensi pertumbuhan pada underlying asset reksadana. Silakan manfaatkan peluang yang ada dengan bijak,” kata Freddy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat