Pabrik asing akan masuk, industri kakao lokal makin terjepit



JAKARTA. Rencana empat perusahaan asing yang bakal masuk ke Indonesia dalam waktu dekat, dikhawatirkan membuat 16 perusahaan pengolahan kakao lokal kian tergencet. Bea keluar (BK) yang diterapkan pemerintah ternyata tidak mampu menolong delapan perusahaan dalam negeri yang saat ini sedang mati suri.Zulhefi sikumbang, Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo), mengatakan, dengan bertambahnya empat perusahaan baru dengan kapasitas produksi lebih 200.000 ton, tahun depan bakal terjadi over produksi kakao. Selama ini kapasitas produksi perusahaan pengolahan kakao nasional sebanyak 680.000 ton. "Perlu adanya evaluasi mengenai BK yang dikeluarkan oleh pemerintah," kata Zulhefi (2/11).Empat perusahaan yang bakal meramaikan industri pengolahan kakao antara lain Adm, Barry Callebaut, Cargil, dan JB Cacao. Adapun asal perusahaan tersebut adalah dari kawasan Eropa dan Amerika. Namun sayang Zulhelfi enggan menyebutkan nilai investasi perusahaan tersebut.Sebagai gambaran saja, data Askindo menyebutkan, pada tahun 2010 sudah ada perusahaan pengolahan kakao asal Malaysia bernama Asia Cocoa Indonesia dengan kapasitas lebih dari 65.000 ton, yang meramaikan perusahaan pengolahan nasional.Di tengah produksi kakao yang melandai, serta bertambahnya perusahaan pengolahan mengakibatkan perebutan pasar terjadi. "Jika industri luar dengan kapasitas produksi yang besar, maka perusahaan pengolahan kecil akan gulung tikar," kata Zulhelfi.Sebagai gambaran, jika beberapa tahun lalu jumlah eksportir kakao mencapai 60 perusahaan, kini hanya menyisakan 12 perusahaan.Menurut Zulhefi, permasalahan industri pengolahan kakao bukan berasal dari bahan baku murah akibat diterapkannya BK. "Perlu audit terhadap industri dalam negeri agar bisa dibuat kebijakan yg komprehensif," kata Zulhefi.Sementara itu, menurut Utama Kajo, ketua Komite Tetap, Investasi, Sumber daya Manusia, Usaha Kecil dan Menengah, Kadin, berharap kepada pemerintah agar industri pengolahan baru yang akan masuk tidak menjadi permasalahan dengan industri lokal. "Ini bukan masalah dukung mendukung, tetapi bagaimana menerapkan keseimbangan," terang Kajo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Rizki Caturini