Pabrik baru AALI beroperasi tahun ini



JAKARTA. Kendati penjualan crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah terus menurun, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) terus menambah pabrik pengolahan CPO. Saat ini, AALI tengah merampungkan pembangunan pabrik barunya di Kalimantan dengan kapasitas 45 ton per jam. "Target kami pabrik baru ini akan beroperasi di kuartal IV tahun ini," jelas Santosa, Direktur Keuangan AALI, Senin malam (23/8).

Untuk membangun pabrik itu, anak usaha PT Astra International Tbk (ASII) ini akan menghabiskan dana sekitar Rp 180 miliar. Menurut Santosa, pembangunan pabrik tersebut menggunakan anggaran belanja modal tahun ini sebesar Rp 1,3 triliun–Rp 1,4 triliun. Sumber dana, antara lain berasal dari fasilitas kredit HSBC, Standard Chartered Bank, dan OCBC NISP, senilai US$ 94 juta.

Santosa mengklaim, AALI juga masih memiliki dana internal yang cukup memadai untuk membiayai ekspansinya. Merujuk laporan keuangan di semester I 2010, AALI memiliki dana kas Rp 426 miliar plus saldo laba Rp 5,2 triliun.


Dampak peremajaan pohon

Dengan tambahan pabrik baru tersebut, pada tahun ini AALI bakal mengoperasikan 22 pabrik pengolahan CPO. Seluruh pabrik itu memiliki kapasitas produksi sekitar 1.030 ton per jam.

Meski kapasitas produksi pabrik meningkat, ungkap Santosa, volume produksi CPO AALI belum akan berubah. Soalnya, produksi pohon sawit terus menurun. "Karena tanaman sawit usianya di atas 14 tahun, produksinya menjadi tidak maksimal lagi," katanya.

Penurunan volume produksi sudah terlihat tahun ini. Hingga Juni 2010, volume produksi CPO AALI turun 5,7% jadi 470.993 ton. Ujungnya, penjualan pun turun 3,3% jadi 477.639 ton. Adapun, hingga Juli, volume penjualan turun 2% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu menjadi 573.608 ton.

Untungnya, saat produksi turun, harga CPO justru mendaki. Pada periode Januari-Juli, harga rata-rata CPO AALI Rp 6.563 per kilogram (kg), naik 3% daripada harga rata-rata tujuh bulan pertama 2009, sebesar Rp 6.370 per kg.

Di semester I, nilai penjualan CPO mencapai Rp 4,09 triliun, atau 99,7% dari total penjualan AALI, senilai Rp 4,10 triliun. AALI menjual CPO ini ke sejumlah perusahaan, seperti PT Smart Tbk, Salim Ivomas Pratama, dan Wilmar Nabati Indonesia. Khusus penjualan ke Wilmar, per 30 Juni, nilainya mencapai Rp 579,4 miliar, naik tajam dibanding dengan semester I tahun lalu yang hanya Rp 20,7 miliar.

Santosa bilang, demi stabilitas produksi CPO, AALI akan melakukan penanaman kembali (replanting) lahan seluas 2.000 hektare (ha) dari total lahan seluas 265.000 ha. Harapannya, dalam 4 tahun– 5 tahun, tanaman ini sudah berproduksi.

Kendati kinerja perkebunan sawitnya menurun, AALI belum berminat untuk menggenjot usaha perkebunan karet. Tak heran, kontribusi penjualan karet di semester lalu hanya mencapai Rp 824 juta. "Kami masih fokus ke kebun sawit. Sekarang susah cari lahan baru," imbuh Santosa.

Happy Parama, analis Bhakti Securities, menilai, penurunan produksi CPO AALI hanya bersifat sementara. Hal itu terjadi lantaran tanaman sawit milik AALI sudah tua. Namun, dengan program replanting yang sudah berlangsung sejak 2008, Happy memperkirakan, produksi CPO AALI bakal kembali stabil 2 tahun–3 tahun ke depan.

Untuk tahun ini, ia memperkirakan, kinerja AALI tidak akan jauh beda dibandingkan dengan tahun lalu. Meski begitu, ia masih merekomendasikan beli terhadap saham ini, dengan target harga Rp 24.000 per saham. Kemarin (24/8), saham AALI naik 0,2% menjadi Rp 20.100 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can