Pabrik Garmen di Bangladesh Kembali Dibuka di Tengah Kerusuhan



KONTAN.CO.ID - DHAKA. Sebagian besar pabrik garmen di Bangladesh kembali beroperasi pada Selasa (1/10) setelah protes keras atas kenaikan gaji. Akibat protes tersebut membuat satu pekerja tewas dan beberapa lainnya cedera.

Bangladesh, salah satu produsen garmen terbesar di dunia dan pemasok merek-merek Barat seperti H&M, Zara dan Carrefour menghadapi protes luas dalam beberapa minggu terakhir. Hal ini menyebabkan penutupan puluhan pabrik. Protes tersebut memperburuk penumpukan produksi yang disebabkan kekacauan politik dan banjir yang dahsyat. 

"Sebagian besar pabrik buka hari ini, sejauh ini semuanya berjalan dengan baik," kata Abdullah Hil Rakib, wakil presiden senior Asosiasi Produsen dan Eksportir Garmen Bangladesh alias Bangladesh Garment Manufacturers and Exporters Association (BGMEA). Ia menambahkan hanya lima atau enam pabrik kecil yang masih tutup, karena mereka tidak dapat melunasi pembayaran.


Baca Juga: UMKM Sragen Go Global Berkat Dukungan Pertamina

Rakib mengatakan, kerusuhan terus sebagian besar disebabkan kelompok-kelompok tertentu yang menyebarkan rumor dan memanfaatkan situasi hukum dan ketertiban yang memburuk. Ia mendesak pemerintah akan meningkatkan langkah-langkah keamanan, karena beberapa pemilik pabrik tidak dapat beroperasi karena vandalisme dan gangguan yang terus berlanjut.

"Keamanan yang lebih kuat sangat penting untuk menjaga produksi tetap berjalan lancar dan melindungi industri kami," kata Rakib. 

Seorang pejabat kementerian ketenagakerjaan mengatakan komite peninjau terpisah saat ini sedang menilai kapasitas industri untuk merevisi struktur upah dan diharapkan segera menyerahkan laporan. Pemerintah sedang meninjau kasus-kasus polisi yang diajukan terhadap para pekerja untuk memastikan mereka tidak menjadi sasaran pelecehan.

Pemilik pabrik garmen telah meminta pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah untuk memulihkan ketertiban dan memastikan keselamatan operasi mereka. Kerusuhan ini akan mengganggu industri yang menyumbang lebih dari 80% pendapatan ekspor negara tersebut.

Tahun lalu, Bangladesh menduduki peringkat ketiga sebagai eksportir pakaian terbesar di dunia, setelah China dan Uni Eropa, mengekspor pakaian senilai US$ 38,4 miliar pada tahun 2023, menurut data Organisasi Perdagangan Dunia. Kerusuhan yang sedang berlangsung terjadi pada saat yang kritis bagi Bangladesh, karena pemerintah yang dipimpin oleh peraih Nobel Perdamaian Muhammad Yunus, telah mengambil alih kendali menyusul pengunduran diri Perdana Menteri Sheikh Hasina.

Mantan perdana menteri itu melarikan diri ke India pada awal Agustus setelah kekerasan paling mematikan di Bangladesh sejak kemerdekaannya pada tahun 1971, yang merenggut lebih dari 700 nyawa. Para pemimpin industri telah memperingatkan jika kerusuhan berlanjut, merek-merek global dapat mengalihkan produksi ke negara lain, seperti Indonesia, India, dan Pakistan.

"Para pekerja harus berpikir jika industri ini tidak bertahan, apakah mereka akan bertahan?" kata seorang pemilik pabrik garmen.

Baca Juga: Menapaki Jejak Kejayaan Industri Tekstil Nasional Hingga Kini Satu Persatu Berguguran

Editor: Avanty Nurdiana