Pabrik gula BUMN akan kaji saran Bulog untuk terapkan sistem beli putus



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pabrik gula (PG) milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan mengkaji usulan Bulog untuk mengubah sistem pembelian petani tebu dari bagi hasil menjadi beli putus. 

"Hal tersebut baru saran, akan kami bahas di internal kami terlebih dahulu," jelas Executive Vice President PTPN III Aris Toharisman saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (27/9).

Yang dimaksud dengan sistem pembelian dengan bagi hasil adalah, gula  produksi dari tebu petani sekitar 66% untuk petani sedangkan 34% untuk PG. Sedangkan sistem beli putus, tebu petani dibeli dan semua gulanya jadi milik PG.


Menurut Aris, sistem beli putus sebenarnya menjadi baik karena memberikan jaminan bagi petani terkait penyerapan tebu. Namun PTPN selama ini baru menerapkan sistem bagi hasil. Oleh karenanya saran Bulog masih harus diperdalam lagi.

Menurut Aris saat ini jumlah gula petani tebu yang diolah PTPN dan diserap oleh Bulog telah mencapai 114.023 ton.

Direktur Utama RNI Didiek Prasetyo mengatakan, selama ini RNI melakukan pembelian dengan sistem bagi hasil dan beli-putus melalui Sistem Pembelian Tebu (SPT) yang mereka miliki.

Didiek menambahkan, sistem pembelian tebu itu sama dengan yang dimaksudkan oleh Bulog, sistem beli putus. Artinya PG beli putus tebu milik petani, sehingga gulanya 100% milik PG karena petani menerima harga tebu sebelum diolah menjadi PG.

Namun pihaknya akan merundingkan terlebih dahulu peralihan sistem yang disarankan Bulog, karena sebenarnya bersifat opsional.

"Kami belum mengambil keputusan karena menyangkut banyak hal mulai dari kontrak, dana dan aspek-aspek perpajakannya," jelasnya.

Asal tahu saja, berdasarkan surat yang dikirimkan Bulog kepada PG BUMN per tanggal 26 September, kini PG BUMN dan swasta disarankan untuk mengubah sistem bagi hasil menjadi sistem beli putus. Surat ini terbit mengacu risalah rapat Menteri Koordinator Perekonomian pada 13 September 2018 terkait usulan sistem pembelian beli-putus petani oleh BUMN.

Dalam surat merinci alasannya karena pembelian gula petani di harga Rp 9.700 per kilogram memberatkan anggaran dan operasional Bulog karena harus menyiapkan anggaran komersial yang besar dan gudang penyimpanan dengan kapasitas yang memadai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi