Pabrikan semen minta moratorium izin pabrik baru



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Semen Indonesia mengusulkan pemerintah agar melakukan moratorium penerbitan izin pendirian pabrik semen baru. Pasalnya kondisi pasar semen saat ini tengah kelebihan pasokan (over supply).

Menanggapi hal ini, Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian (Kemperin) Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan moratorium alias penundaan merupakan langkah yang sementara untuk lima tahun ke depan. "Secara birokratis kami bekerjasama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk monitoring perizinan pabrik semen baru," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Senin (5/3).

Mengenai kapan moratorium bisa berlangsung, Sigit belum bisa menjabarkan lebih lanjut. Yang jelas moratorium tidak bakal lama sembari menunggu permintaan semen dalam negeri meningkat.


Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Widodo Santoso menerangkan permintaan semen dan kemampuan produksi dalam negeri tidak seimbang. Pada tahun 2017 penjualan semen nasional sebanyak 66 juta ton, dari kapasitas terpasang nasional yang mencapai 106 juta ton per tahun.

"Kami menyadari investasi perlu, tapi kalau oversupply sebaiknya distop," sebut Widodo kepada Kontan.co.id, Senin (5/3).

Asosiasi mendorong agar ekspor semen bisa melonjak agar mampu menanggulangi kondisi kelebihan pasokan ini.

Sementara itu, produsen seperti PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), menganggap kondisi kelebihan pasokan ini bisa berakhir seiring dengan meningkatnya konsumsi. "Kalau setiap tahun bisa tumbuh sampai 8% saja maka kapasitas sekarang bisa terserap semua sampai 2021," sebut Agung Wiharto, Sekretaris Perusahaan SMGR kepada Kontan.co.id, Senin (5/3).

SMGR memiliki beberapa proyek pabrik yang tertahan akibat persoalan izin dan lahan. Agung bilang perseroan belum memaksakan kehendak untuk memproduksi secepatnya, sembari mereview ekspansi tersebut SMGR menunggu pasar semen tumbuh mendekati kapasitas terpasang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi