KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memproyeksikan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) subsidi yakni solar dan pertalite akan naik di sepanjang 2023. Hal ini didorong oleh semakin lancarnya aktivitas perekonomian, industri, dan mobilitas masyarakat. “Dengan melihat realisasi tahun lalu dan tren pertumbuhan ekonomi setelah pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), diperkirakan konsumsi BBM subsidi/kompensasi tumbuh antara 6%-10%,” jelasnya Anggota BPH Migas, Saleh Abdurrahman kepada Kontan.co.id baru-baru ini. Sebagai informasi saja, berdasarkan prognosa BPH Migas di tahun 2022 konsumsi BBM subsidi naik cukup tinggi sehingga konsumsi bahan bakar non-subsidi/JBU turun signifikan dibandingkan 2021.
Menurut data BPH Migas, realisasi volume penyaluran JBU hingga September 2022 sebesar 23,058 juta KL. Di sepanjang tahun ini prognosa penjualan JBU sebanyak 31,76 juta KL. Jika dibandingkan dengan penyaluran JBU di 2021 sebanyak 44,36 juta KL maka ada penurunan penyaluran JBU sebesar 28,4% secara tahunan di sepanjang tahun ini.
Baca Juga: Pembayaran Subsidi dan Kompensasi Energi Tahun 2022 Melonjak hingga Rp 551,2 Triliun BPH Migas juga melihat penurunan volume penjualan ini disebabkan adanya peralihan Pertalite yang sebelumnya adalah JBU menjadi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) mulai Juni 2021. Maka dari itu, ada disparitas harga yang cukup jauh antara JBU dengan BBM subsidi. Selain itu, hal ini diperparah dengan semakin banyaknya kendaraan yang ada di jalan. Saleh mengusulkan, upaya yang bisa ditempuh untuk mengerem konsumsi BBM subsidi ialah dengan memperjelas dan mempertajam kelompok konsumen yang berhak menerima. “Misalnya yang mobil mewah tidak mengkonsumsi subsidi, mobil-mobil angkutan barang mewah juga tidak mengkonsumsi BBM Subsidi. Lebih hemat energi, meningkatkan pemakaian kendaraan umum dibanding pribadi, dan lainnya,” jelasnya.
Harga BBM Subsidi Masih Ditahan
Meski saat ini harga minyak dunia sudah menyentuh level US$ 80 per barel, harga BBM subsidi belum ada sinyal penurunan setelah naik pada September 2022 yang lalu. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menjelaskan keputusan pemerintah menaikkan harga BBM Subsidi ketika harga minyak mentah naik ialah untuk mengurangi beban subsidi. “Saat ini konsumsi BBM di Indonesia terbesar atau 80% dari Pertalite yang termasuk dalam BBM Subsidi,” jelasnya saat dihubungi terpisah. Sedangkan, beban subsidi di dalam satu liter BBM sangat tinggi hampir 60% sehingga harganya tidak serta merta disesuaikan turun ketika harga minyak mentahnya melandai. Maka itu, lanjut Eddy, ketika harga minyak mentah turun, belum tentu harga BBM subsidi ikut turun.
Baca Juga: Harga BBM Non Subsidi Pertamina Turun Hari ini Selasa (3/1) Mulai Pukul 14.00 WIB Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menyampaikan, secara umum harga BBM Subsidi masih di bawah harga keekonomiannya. “Biasanya selisih harga antara Pertalite dan Pertamax kisarannya antara Rp 300 hingga Rp 500 (per liter), kalau selisihnya masih lebih besar dari itu, selisihnya masih (diisi dengan) subsidi,” jelasnya. Saat ini memang harga jual BBM RON 90 milik Pertamina masih yang termurah. Harga Pertalite dijual seharga Rp 10.000 per liter. Sementara SPBU Vivo menjual Revvo 90 seharga Rp 11.800 per liter dan BP-AKR menjual BP 90 senilai Rp 12.950 per liter. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi