Paguyuban korban UU ITE minta Nuril diberikan Amnesti



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rasa duka bergelayut di kepala Baiq Nuril Maknun setelah mendapatkan kabar, upaya hukumnya terakhir melalui Peninjauan Kembali (PK) ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). MA menolak adanya kekhilafan hakim dalam putusan kasasi pada kasus yang teregister PK.No.83 PK/Pid.Sus/2019 tersebut.

Dengan demikian, Nuril tetap divonis 6 bulan penjara dan harus membayar denda sejumlah Rp500 juta rupiah atau masa hukuman ditambah 3 bulan bila tak bayar denda. 

“Kami berpendapat PK ini merupakan kemunduran hukum bagi Indonesia. Nilai-nilai kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan diabaikan oleh hakim,” kata Muhammad Arsyad, Ketua PAKU atau Paguyuban UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam pernyataan tertulis Jumat (5/7).


Perlu diketahui, kasus Ibu Nuril bergulir sejak 2017, saat ia jadi pegawai honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat. Saat itu ia diadili dengan pasal karet 27 ayat 1 UU ITE. Pelapornya merupakan orang yang melecehkannya. Ibu Nuril sempat ditahan pada 27 Maret 2017-30 Mei 2017 dan jadi tahanan kota sampai Juli 2017.

PN Mataram yang mengadili kasusnya, membaskan Ibu Nuril pada 29 Juli 2017. Berselang setahun, pada 26 November 2018 ada putusan MA atas kasasi jaksa penuntut umum kasus ini yang membatalkan putusan PN Mataram. Ibu Nuril mengajukan PK pada 4 Januari 2019 dan 4 Juli 2019, hakim menolaknya.

“PK yang ditolak ini mencerminkan bahwa lagi-lagi negara gagal melindungi perempuan dalam kasus pelecehan seksual dan justru memberikan impunitas pada pelaku pelecehan,” tambah Arsyad.

Menurut Arsyad, menjadi korban pelecehan di negeri ini tidak mudah. Maka itu Arsyad meminta semua pihak memperhatikan secara seksama kasus ini agar Nuril yang lain lagi di masa depan. “Kami berupaya agar Ibu Nuril tidak dipenjara semakin lama dengan membayarkan uang denda sebesar Rp500 juta rupiah,” kata Arsyad.

Sampai dengan berita ini diturunkan, PAKU sudah mengumpulkan dana senilai Rp 375 juta dari target Rp 500 juta. Terhadap kasus ini, PAKU juga menyatakan sikap mengecam putusan Mayang menolak PK terhadap Baiq Nuril Maknun.

Sikap lain dari PAKU adalah, meminta Presiden Republik Indonesia memberikan amnesti terhadap Ibu Baiq Nuril Maknun. PAKU juga meminta pemerintah tidak mengkriminalisasi korban pelecehan seksual dengan cara menyalahkan korban. “Kami juga meminta DPR RI dan pemerintah untuk menghapus pasal karet dalam UU ITE,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .