Pajak aksi korporasi dan transaksi ikut sokong PPh



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sampai 31 Desember 2017, pemerintah mencatat penerimaan dari pajak sebesar Rp 1.151,5 triliun atau mencapai 89,74% dari target dalam APBN-P 2017 yang sebesar Rp 1.283,6 triliun. Dengan pencapaian tersebut, maka penerimaan pajak tahun 2017 mencatatkan shortfall sebesar Rp 132,1 triliun.

Bila dibedah lebih rinci, dari sisi kenaikan per jenis pajak, kinerja PPh (pajak penghasilan) tidak terlalu impresif, yakni minus 5,27 dari yang sebelumnya Rp 630 triliun pada 2016 menjadi Rp 596 triliun pada 2017.

Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan DJP Yon Arsal mengatakan, kinerja PPh ini harus dibedah per item pajaknya. Misalnya, PPh badan yang bertumbuh 21,79% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif -7,35%.


“PPh badan juga banyak karena banyak yang ikut amnesti pajak, 200 ribuan. Belum yang PKP. Itu puluhan triliun kami dapat dari sana,” kata Yon kepada KONTAN, Senin, (8/1).

Adapun dalam PPh badan itu termasuk juga dari kegiatan merger dan akuisisi korporasi. “Namun, siapa yang melakukan mesti dicek,” ucapnya.

Khusus akuisisi, data Kontan menunjukkan, tahun lalu nilai akuisisi dan merger sekitar Rp 100 triliun. Setiap akuisisi dan merger ini selalu ada pajaknya. Salah satu contohnya, akuisisi Star Energi terhadap aset Chevron yang setoran pajaknya Rp 1,3 triliun dan disetor pada April 2017.

Selain itu, bila dibedah lebih dalam, Ditjen Pajak mencatat, PPh pasal 23 juga mencatatkan pertumbuhan 15,75% dari yang sebelumnya hanya tumbuh 4,52%.

Hal ini sejalan dengan transaksi saham yang sebesar Rp 6,9 triliun per hari pada tahun 2017. Dengan asumsi 220 hari bursa, artinya nilai transaksi di BEI sekitar Rp 1.500 triliun.

Soal pajak dari transaksi di bursa sendiri, Yon menyatakan bahwa memang setiap transaksi saham ada pajak sekitar 0,1% transaksi (jual atau beli), plus pajak lain sebesar 0,5%. Namun kontribusinya tidak banyak.

“Tapi kalau dari total penerimaan seharusnya tidak banyak, karena pajaknya kecil,” jelasnya.

Penerimaan dari transaksi di bursa, menurut Yon, tercatat di penerimaan dari sektor jasa keuangan yang tumbuh 13,4% pada tahun 2017 dibandingkan dari tahun sebelumnya. Yon mengatakan, kontribusi pajak dari sektor ini sendiri sebesar 14,0%

“Di jasa keuangan itu selain jasa keuangan adalah penjualan saham di BEI, itu terpotong atas nama si emiten, emitennya kan jasa keuangan, itu memang ada di sana,” jelasnya.

Menurut Yon, Ditjen pajak lebih banyak dapat dari additional orang yang ikut amnesti pajak, yakni yang sebelumnya setorannya kecil menjadi besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto