Pajak akui sulit pajaki bisnis digital asing



JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan akan lebih gencar menyisir potensi pajak yang selama ini belum optimal. Salah satu sektor yang memiliki potensi besar adalah ekonomi digital.

Namun demikian, memungut pajak perusahaan berbasis layanan digital atau over the top (OTT) asing yang mendapatkan keuantungan dari produk yang dijual di Indonesia, diakui masih sulit.

Kepala Subdit Manajemen Transformasi DJP Kemenkeu Heru Marhanto Utomo mengatakan, para perusahaan OTT asing itu biasanya menghindari pajak dengan menggunakan OTT domestik yang berperan hanya sebagai pihak pemasaran, sehingga mereka bisa menghindar dari pembayaran pajak. Kasus ini persis seperti yang dilakukan oleh Google.


Nah, apabila Ditjen Pajak kemudian mengejar OTT yang ada di Indonesia tersebut, perusahaan itu tidak bisa dikenakan pajak karena hanya mendapat keuntungan dari OTT luar negeri sehingga ketika dikenakan pajak di Indonesia.

"Jadi untuk mengejar Wajib Pajak OTT luar negeri, kami perlu upaya yang tidak mudah. Tapi bukan berarti bersifat tidak adil karena hanya mencari WP yang di dalam saja," katanya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (15/6).

Hingga kini, ia mengakui Indonesia belum memiliki instrumen khusus untuk memajaki bisnis digital tersebut, “Peraturan tidak secepat dari perubahan teknologi yang cepat sekali. Peraturan penyusunannya banyak perlu diskusi dengan stakeholder. Dari Ditjen Pajak, kami selalu ikut perkembangan,” ujarnya.

Pengamat pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan, saat ini hampir seluruh negara di dunia mengalami kesulitan dalam upaya memajaki perusahaan multinasional yang berbasis ekonomi digital seperti Google, Twitter, Facebook karena model bisnis digital yang tidak berbentuk fisik.

“Sistem pajak internasional saat ini juga belum memiliki solusi yg disepakati (konsensus) sedara global. Apakah semua negara memiliki harapan yang tinggi dalam memperoleh pajak dari model bisnis tersebut? Jawabannya, ya,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia