JAKARTA. Pemerintah kini harus lebih cermat mengawasi sumber pendapatan negara. Pasalnya, Direktorat Jenderal Pajak pun melihat ada pergeseran pemasukan negara dari yang lewat Pajak Penghasilan (PPh) 21 yang beralih ke PPh 25. Dirjen Pajak, Ken Dwijugesteadi menduga, penyebabnya adalah banyak karyawan yang tadinya mengandalkan sumber pendapatan utama gaji bulanan, kini memiliki usaha yang menjadi obyek PPh 25. "Ya, kalau pegawai sudah jadi pekerja sendiri-sendiri, lama-lama Pph 21 berkurang, jadi Pph 25," kata Ken, Jumat (3/3).
Terpisah, Direktur P2 Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Seksama bilang, seiring dengan perkembangnya ekonomi digital, Ditjen Pajak melihat akan semakin surutnya kebutuhan karyawan berpenghasilan tetap. Yang makin subur, pekerja mandiri dengan penghasilan yang tidak tetap, sehingga akan mempengaruhi pendapatan pajak negara juga. "Sehingga dalam konteks Pph 21 tentunya mungkin porsi-nya yang berkurang, karena karyawannya semakin berkurang," kata Hestu Yoga pada KONTAN, Senin (6/3). Pria yang akrab diaspa Yoga ini bilang, Ditjen Pajak akan mengarahkan pengawasan yang lebih ketat untuk Pph 25 karena berpotensi naik ketimbang Pph 21, mengingat tumbuh suburnya dunia
e-commerce. "Kita juga mengikuti pergeseran fenomena yang ada sehingga mode pengawasan kita yang harus diawasi lebih baik lagi," pungkas Hestu Yoga. Terpisah, Pengamat perpajakan, Yustinus Prastowo bilang fenomen tersebut hanya merupakan perpindahan potensi pajak. Dia menyatakan, Ditjen pajak harusnya tidak hanya melakukan pengawasan, tapi harus bisa menyusun mekanisme yang tepat agar kemungkinan penyelewengan tidak terjadi.
"Harusnya bias diatasi dengan skema
holding tax, ajak pemilik kerja untuk memungut pajak secara langsung. Kalau diminta wajib pajak perorangan melaporkan secara pribadi, kemungkinan pajaknya bocor," kata Yustinus. Dia menekankan perlunya penerapan mekanisme yang efektif. Ia juga bilang, pergeseran fenomena ini juga harus dijadikan Ditjen Pajak untuk lakukan perubahan cara penagihan pajak agar lebih efektif. "Carnya bisa macam-macam, misalnya bias memanfatkan
payment gate.Tinggal dipikirkan mekanismenya," pungkas Yustinus. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia