Pajak capital gain akan naik, dana-dana di AS akan banyak pindah ke ETF



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tengah mengusulkan perombakan sistem pajak AS untuk membiayai anggaran program bernilai US$ 4 triliun yang diusungnya yakni Rencana Keluarga Amerika dan Infrastruktur.

Salah satunya, Biden telah mengusulkan kenaikan pajak atas pendapatan investasi  alias capital gain dua kali lipat bagi orang-orang kaya di Amerika yang berpenghasilan lebih dari US$ 1 juta. Rencana kenaikan pajak ini bakal mendorong industri reksadana berbasis indeks atau Exchange Trade Fund (ETF).

ETF yang sedang booming kemungkinan akan semakin menarik banyak uang di tahun-tahun mendatang jika rencana kenaikan pajak capital itu diberlakukan.


Para pengamat melihat kenaikan pajak dua kali lipat tersebut akan mempercepat pergeseran dana miliaran dollar dari reksadan ke ETF. Pasalnya, ETF umumnya lebih hemat pajak, menghasilkan lebih sedikit pencairan  capital gain. Sehingga bagi sebagain orang masuk di ETF akan lebih hemat.

Baca Juga: Biden usulkan anggaran baru US$ 1,8 triliun untuk program keluarga Amerika

Efisiensi pajak ETF telah menjadi pendorong utama di balik pergerseran alokasi aser dalam beberapa tahun terakhir.  Namun, rencana pemerintah menaikkan pajak capital gain tersebut masih sangat awal dan pasti akan menghadapi pembahasan ketat dari Kongres di bulan-bulan mendatang.

David Perlman, Ahli Strategis ETF UBS Global Wealth Management mengatakan, bahkan meskipun kenaikan pajak dilakukan secara bertahan, investasi di ETF akan semakin meningkat.

"Jika tarif pajak capital gain akan lebih tinggi, jika anda memiliki pilihan struktur yang membantu untuk menunda capital gain dan memberi lebih banyak kendali atas kapan harus mengakui keuntungan tersebut, anda akan lebih cenderung akan masuk ke situ," kata Perlamn seperti dikutip Bloomberg, Senin (3/4).

Ketika investor keluar dari reksadana, manajer dana harus menjual sekuritas untuk mengumpulkan uang untuk penebusan. Investor sama yang meninggalkan ETF dapat menjual sahamnya kepada investor lain, yang berarti baik reksa dana maupun manajernya tidak melakukan transaksi kena pajak.

Sebuah studi Desember oleh para peneliti di universitas Villanova dan Lehigh menemukan bahwa selama lima tahun terakhir, ETF rata-rata memiliki beban pajak 0,92% lebih rendah daripada reksadana aktif.

Tahun lalu saja, industri ETF mengambil hampir US$ 500 miliar dana kelolaan, sementara reksadana kehilangan sekitar US$ 362 miliar, menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg. Kebanyakan ETF hampir tidak memberikan keuntungan modal kepada pemegang saham saat ini. Hanya 3 dari 585 pemegang ETF dalam analisis CFRA yang melakukan pencairan pada tahun 2020.

Selanjutnya: Paket lengkap perjanjian pajak global OECD bakal disepakati pada Oktober 2021

Editor: Khomarul Hidayat