Pajak CPO Prancis tak terkait bagi saham Mahakam



Jakarta. Pemerintah segera melawat ke Prancis demi negosiasi terkait rencana pungutan pajak ekspor terhadap komoditas minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO). Rencananya, lawatan ke Prancis akan digelar pada awal Maret 2016.

"Sekarang sedang disiapkan jadwal pertemuan dengan pihak pemerintah maupun parlemen Perancis. Kami rencanakan sebelum 15 Maret akan ke sana," kata Oke Nurwan, Direktur Pengamanan Kementerian Perdagangan, Rabu (2/3).

Ia menjelaskan, posisi pemerintah tetap akan meminta Prancis untuk membatalkan pungutan bea ekspor progresif terhadap komoditas CPO. Sebelumnya dikabarkan Prancis akan mengatur perpajakan CPO melalui amandemen UU Biodiversitas.


Pasalnya, pungutan progresif yang besarannya sekitar 300 Euro hingga 900 Euro pasti akan memberatkan pengusaha Indonesia. "Upaya yang akan kami lakukan untuk menegosiasi macam-macam," katanya tanpa menjelaskan secara rinci.

Oke bilang, bilamana negosiasi ini tidak berhasil pemerintah Indonesia siap memperkarakan kebijakan Prancis ke World Trade Organization (WTO). "Mereka tidak bisa mendiskriminasi komoditas CPO, ini sesuai dengan ketentuan WTO," ujar dia.

Selain itu, Oke juga membantah adanya isu barter kebijakan antara Indonesia dan Prancis dalam negosiasi ini. Rencana penerapan pajak ekspor progresif karena terkait dengan implementasi amandemen UU Biodiversitas.

Menurut dia, ngototnya Prancis sama sekali tidak terkait upaya mereka untuk mempertahankan participating interest (PI) Total EP di Blok Mahakam sebesar 15%. Total merupakan kontraktor minyak dan gas bumi (migas) asal Perancis. "Tidak ada kaitannya, karena juga pajak ekspor juga berlaku untuk seluruh produsen baik dari Indonesia maupun Malaysia," kata dia.

Johan Budi, Juru Bicara Presiden mengatakan, negosiasi antara Indonesia dengan Perancis diserahkan pelaksanaannya ke kementerian terkait. Ia juga tidak mau menjelaskan mengenai isu keterkaitan rencana pungutan pajak ekspor CPO dan kepemilikan saham Total di Blok Mahakam.

"Setahu saya belum ada (arahan). Silahkan tanya ke menteri teknis, kalau ada bisa saya jelaskan," jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto